Langsung ke konten utama

Pendidikan Orang Dewasa

PENDIDIKAN ORANG DEWASA
Simon Runtung


BAB I
PENDAHULUAN
            Pendidikan Agama Kristen merupakan bagian integral dari misi Tuhan Yesus yang tumbuh yang tumbuh dan berakar dalam Firman Tuhan.  Firman Tuhan yang hidup ini perlu ditumbuhkembangkan dalam kehidupan setiap orang baik yang sudah percaya Kepada Kristus maupun yang belum percaya, mulai dari anak-anak, remaja/pemuda dan orang dewasa.
            Pendidikan Kristen untuk orang dewasa (Christian Education for Adult) pada intinya lebih banyak ke arah pewarisan iman dan perbendaharaan Kristen lainnya, agar diterapkan dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.  Pendidikan agama kepada orang dewasa merupakan usaha yang sengaja dari Gereja di bawah pimpinan Roh Kudus untuk membuka kesempatan belajar kepada orang dewasa sehingga mereka dapat melayani Tuhan sesuai dengan bakat dan minat pribadi, kebutuhan keluarga, gereja, masyarakat umum dan dunia sekitarnya.
            Pendidikan Agama Kristen kepada orang dewasa merupakan bagian dari usaha untuk menumbuhkan kesadaran orang dewasa dalam tugas dan tanggung jawab yang perlu dilakukan.  Dalam keluarga, orang dewasa adalah pendidik, dalam gereja orang dewasa adalah pengambil keputusan.  Dalam masyarakat orang dewasa setiap hari  menghadapi berbagai dilema sebagai garam di tengah-tengah kebusukan dan terang di tengah-tengah kegelapan.[1]  Untuk memahami tentang pendidikan dewasa (Adult Education) dibutuhkan landasan Alkitab dan Theologia pendidikan Dewasa.  Untuk itu dalam tulisan ini akan dibahas tentang Landasan Alkitab dan Theologia pendidikan dewasa dalam Perjanjian Lama dan Landasan Alkitab dan Theologia pendidikan dewasa dalam Perjanjian Baru.

BAB II
PENDIDIKAN ORANG DEWASA
            Berbicara tentang Pendidikan Orang Dewasa mengandung banyak pertanyaan seperti bagaimana ruang lingkup Pendidikan Orang Dewasa dan apakah yang dimaksud Pendidikan Orang Dewasa?  Oleh karena itu akan dibahas dalam bab ini ruang lingkup pendidikan orang dewasa dan pengertian pendidikan orang dewasa.

A.    Ruang Lingkup Pendidikan Orang Dewasa
Ruang lingkup Pendidikan Orang Dewasa secara umum mencakup hal yang sangat luas.  Pendidikan Orang dewasa meliputi segala bentuk pengalaman belajar orang dewasa, baik pria maupun wanita sesuai dengan bidang perhatian dan kemampuannya masing-masing.[2]   Sudarwan Danim memberikan gambaran tentang lingkup Pendidikan Orang Dewasa atau Andragogi berlaku bagi segala bentuk pembelajaran orang dewasa dan telah digunakan secara luas dalam rancangan program pelatihan organisasi, khususnya untuk  domain keterampilan lunak (soft skill), seperti pengembangan manajemen, seni mengajar orang dewasa yang berlaku di semua tempat, ketika peserta didik atau warga belajarnya menunjukkan tanda-tanda kedewasaan yang baik.  Dengan demikian pendidikan orang dewasa berlaku di ruang kursus, pelatihan, pembekalan, pembimbingan khusus, bimbingan professional, pemberantasan buta aksara, dan keaksaraan fungsional.[3]
Ruang lingkup Pendidikan orang dewasa dalam konteks Pendidikan Agama Kristen (PAK) juga masih mencakup hal yang sangat luas.  Dari segi umur, Pendidikan orang dewasa meliputi   dewasa muda (18-29 thn), dewasa tengah (30-64 thn) dan dewasa tua (65 thn ke atas).[4]  Selain itu dari segi wilayah pelaksanaan pendidikan orang dewasa mencakup Pendidikan Orang dewasa dalam keluarga, pendidikan orang dewasa dalam sekolah dan pendidikan orang dewasa dalam gereja.[5]

B.     Pengertian Pendidikan Orang Dewasa

Dalam Pendidikan Agama Kristen dikenal Pendidikan Agama Kristen untuk Orang Dewasa (Christian Education for Adult).    Pengertian pendidikan orang dewasa bukan hanya sekedar menambah pengetahuan yang sederhana saja akan tetapi meliputi semua aspek kehidupan yang diperlukan oleh seluruh masyarakat orang dewasa.[6] A.G. Lunandi mengatakan, “Pendidikan orang dewasa meliputi segala bentuk pengalaman belajar yang dibutuhkan oleh orang dewasa, pria maupun wanita, sesuai dengan bidang perhatiannya dan kemampuannya.”[7]
Batasan yang direkomendasikan oleh UNESCO dapat diterjemahkan sebagai berikut:  Istilah Pendidikan Orang Dewasa adalah keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, apapun isi, tingkatan dan metodanya, baik formal maupun non formal, yang melanjutkan maupun menggatikan pendidikan semula di sekolah dan universitas serta latihan kerja, yang membuat orang yang dianggap dewasa oleh mesyarakat mengembangkan kemampuannya, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi tehnis atau profesionalismenya, dan mengakibatkan perubahan dalam sikap dan perilakunya dalam perspektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan pertisipasi dalam perkembangan sosial, ekonomi dan budaya yang seimbang dan bebas.[8]


BAB III
PENDIDIKAN DEWASA ORANG DEWASA
DALAM PERJANJIAN LAMA
Pendidikan Orang Dewasa dalam Perjanjian Lama dapat dilihat atau ditelusuri dari  kitab torat dan kitab para nabi,  tokoh-tokoh/pelaku pendidikan dalam Perjanjian Lama.  Adapun tokoh-tokoh/pelaku pendidikan yang akan dibahas dalam tulisan ini ialah Abraham, Ishak, Yakub, Musa, Para Imam, para nabi, kaum bijaksana, kaum penyair dan orang tua dalam keluarga.

A.    Torat dan Pendidikan Orang Dewasa
Pendidikan orang Dewasa dalam Perjanjian Lama dapat dilihat dari tokoh-tokoh/pelaku pendidikan dalam Perjanjian Lama.  Adapun tokoh-tokoh/pelaku pendidikan orang dewasa dalam perjanjian Lama yang akan dibahas dalam tulisan ini ialah Abraham, Ishak, Yakub, Musa, Para Imam, kaum bijaksana, kaum penyair dan orang tua dalam keluarga.
Abraham dan Pendidikan Orang Dewasa  
Dalam Alkitab khususnya Perjanjian Lama, dasar utama dari perkembangan Pendidikan Agama lebih terpokus pada sejarah bangsa Israel itu sendiri (Abraham, Ishak dan Yakub).  Sejarah bangsa itu berawal ketika Abraham dipanggil oleh Allah dan penerapannya dilakukan ketika bangsa itu menjadi besar yakni:  ketika menjalani masa-masa yang sangat memprihatinkan ketika keluar dari Mesir.
Allah memanggil Abraham untuk menjadi bapa leluhur dari bangsa pilihan-Nya (Kej. 12) dan dia menjawab melalui imannya.  Ketika Abraham menjadi bapa leluhur dari bangsa pilihan Allah maka dia bukan saja sebagai orang beriman yang merupakan perantara antara Tuhan dengan umat-Nya, tetapi juga menjadi guru yang mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Tuhan yang mulia itu dengan segala janji Tuhan yang membawa berkat kepada Israel secara turun temurun.
Abraham menyatakan kepercayaan kepada Tuhan Yang Mahakuasa (Kej. 17:1), yang kekal (21:33), yang Mahatinggi (Kej. 14:22), yang empunya (Tuhan) langit dan bumi (14:22; 24:3), dan hakim yang adil di antara segala bangsa (Kej. 15:14) dan segenap umat manusia (Kej. 18:25).  Keyakinan Abraham bahwa Tuhan adalah adil (Kej. 18:25), bijaksana (Kej. 20:6), benar dan adil ((Kej. 18:19), murah hati (Kej. 19:19) dan pengampun (Kej. 20:6).  Abraham menerima hukuman Tuhan yang dijatuhkan atas dosa (Kej. 20:11) namun ia berbicara dengan Tuhan demi kepentingan Ismael (Kej. 17:20) dan Lot yang berdosa (Kej.18:27-33).  Abraham berhubungan dengan Allah dalam persekutuan yang akrab (Kej. 18:33; 48:15) dan dianugerahi Tuhan wahyu khusus dalam bentuk penglihatan (Kej.15:1) dan Tuhan berkenan mengunjunginya dalam dalam wujud media manusiawi (Kej. 18:1) atau malaekat (Kej. 22:11,15).  Abraham beribadah kepada Tuhan dan memanggil Tuhan dengan Nama Tuhan (Kej.13:4) dan mendirikan mezbah untuk tujuan ini (Kej. 12:8; 13:4,18).  Monoteismenya jelas bertentangan dengan politeisme nenek moyangnya (Yos. 24:2). 
Pendidikan Orang dewasa didasarkan pada iman Abraham.  Iman Abraham mungkin paling menyolok dalam hal ketaatan dan kesiapan melakukan apapun perintah Allah.  Karena iman ia meninggalkan Ur-Kasdim (Kej. 11:31; 15:7) demikian juga ia dipimpin meninggalkan Haran (kej. 12:1,4).  Karena iman ia menerima kehidupan setengah mengembara kendati negeri Kanaan telah dijanjikan kepadanya (Kej. 13:15).   Ia mengalami hanya sebagian dari keseluruhan penggenapan perjanjian itu yakni menempati sebidang tanah kecil di Makhpela dan memperoleh hak di dekat Bersyeba.  Pencobaan paling berat atas imannya, yakni diminta mengorbankan Ishak putra kandung satu-satunya yang dijanjikan untuk penggenapan perjanjian seutuhnya.  Imannya dialaskan pada kepercayaan akan kekuasaan Tuhan, bila perlu untuk membangkitkan anaknya dari antara orang mati (Kej. 22:12).  Sebagai orang dewasa, Abraham bertanggung jawab mewariskan imannya kepada kepada generasinya.
Terhadap keluarganya sendiri ia menunjukkan kasih sayang yang tulus dan mendalam.  Ia diakui sebagai orang yang berhasil membina dan menuntun anak-anaknya dan keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan, dengan menerapkan kebenaran dan keadilan (Kej.18:19).  Hambanya Elieaser dan sekutunya di Memre memenuhi perintah-perintahnya.  Abraham suka menjamu dan menghormati orang-orang yang tak dikenal (Kej. 21:8), sifatnya yang murah hati tanpa pamrih (Kej. 14:23), ia mempunyai pelayan yang baik-baik (Kej 14:14), sanggup dan berani maju ke medan perang melawan kejahatan (Kej. 14:15).  Selain iman watak dan karakternya patut menjadi landasan dalam pendidikan dewasa.
Peristiwa yang dianggap kelemahan dalam kehidupan Abraham selaku orang dewasa yang tidak patut diteladani ialah kasus penipuan terhadap Firaun di Mesir dan Abimelekh dari Gerar dengan meminta Sara sebagai adiknya demi menyelamatkan hidupnya sendiri (Kej. 12:11-13; 20:2-11).  Sementara kasus ini dijadikan contoh bagaimana Alkitab menggambarkan kekurangan-kekurangan bahkan para pahlawan yang besar, sifat sesungguhnya dari peristiwa-peristiwa itu mungkin hingga kini belum terpahami sepenuhnya.  Sebab Sara bukan tidak mungkin adik tiri Abraham dan pernikahan antara saudara tiri adalah biasa pada zaman itu di Mesir dan Asyur.[9]  Alkitab mencatat tentang kekurangan dan kelemahan dari Abraham supaya menjadi awasan dalam pendidikan dewasa.
Tuhan telah memilih dan memanggil Abraham dari jauh untuk melayani kehendak-Nya yang agung itu guna keselamatan seluruh umat manusia.  Bimbingan dan maksud Tuhan itu perlu dijelaskan kepada semua anak cucunya.[10]

Ishak dan Pendidikan Orang Dewasa
Kekayaan landasan  Alkitabiah dan Theologia pendidikan  dewasa bukan hanya pada tokoh Abrahan tetapi juga anaknya Ishak.  Selain kelahiran Ishak yang mempunyai makna penting bagi pendidikan orang dewasa juga tentang pembentukan rumah tangga Ishak.  Abraham bertanggung jawab terhadap benih perjanjian itu sehingga masih berperan dalam pembentukan rumah tangga Ishak.  Abraham prihatin akan kelanjutan benih yang dijanjikan itu, maka dia menuruh hambanya yang paling tua mengambil seorang istri untuk Ishak dari negerinya sendiri, negeri Haran.  Ribka anak gadis Betuel, ipar Abraham ditunjuk menjadi calon pengantin wanita dan ia bersedia meninggalkan rumahnya mengikuti hamba itu.  Ishak menerima Ribka dan membawanya ke kemah ibunya.  Ishak dan Ribka menikah dan cinta kasih mereka berkembang sebagai hasil dari tindakan-tindakan Ishak yang cermat dan sopan (Kej. 24). 
Dua puluh tahun lamanya Ribka mandul.  Kembali lagi nampak bahwa benih yang dijanjikan itu tidak akan datang melului  jalan keayahan alami biasa, melainkan melalui kuasa kreatif ilahi yang super alami.  Kemandulan Ribka menyebabkan Ishak memohon kepada Allah, lalu Allah memberi tahu Ribka, bahwa dua suku akan bertolak-tolakan dalam rahimnya (Kej. 25:21-26).   Kedua anak ini, mewakili dua bangsa, akan menempuh jalan saling bermusuhan.  Ishak sendiri akan tinggal sebagai musafir di negeri itu, daripada pergi ke Mesir pada waktu bala kelaparan, ia tetap tinggal di Gerar.  Sewaktu terjadi krisis, dia seperti Abraham melindungi istrinya dengan jalan yang salah.  Setelah bertengkar dengan gembala-gembala di Gerar dia pindah ke Bersyeba, dan akhirnya mengadakan perjanjian dengan Abimelehk.  Pertentangan disusuli pertentangan terjadi antara Ishak dan Ribka akibat ulah Yakub.  Karena ditipu, Ishak mengucapkan kelimpahan kesinambungan berkat keayahan kepada Yakub dan mengucapkan kepada Esau suatu keinginan halus yang bersifat nubuat.  Sebelum meninggal, Ishak menyatakan bahwa berkat akan datang melalui Yakub (Kej. 28:4).  Ishak lanjut usia untuk melihat Yakub kembali dan pada usia 180 tahun ia meninggal dan dikebumikan oleh anak-anaknya (Esau dan Yakub).[11]  Ishak meneruskan pelajaran yang penting itu dan kemudian Yakub menanamkan segala perkara ini ke dalam batin anak-anaknya.

Yakub dan Pendidikan Orang Dewasa
Dalam keluarga Yakub,  banyak sekali ketidakwajaran.  Awal cerita, Yakub menyukai Rahel dan ingin menikahinya, tetapi pada waktu pesta pernikahan, Laban mertuanya tidak memberikan Rahel untuk menjadi istrinya tetapi Lea kakaknya, Yakub marah akhirnya Laban berjanji akan memberikan Rahel apabila Yakub bekerja lagi padanya selama 7 tahun, dan Yakub menyetujuinya. Singkat cerita Yakub memiliki 2 istri, dalam pernikahan itu mulai timbul masalah,  sebab Lea memiliki anak sedangkan Rahel tidak, lalu Rahel dan Lea masing masing memberikan budaknya untuk mendapatkan anak-anak, namun pada akhirnya Rahelpun mendapatkan anak dari rahimnya sendiri.  Keluarga seperti ini jelas tidak menjadi teladan tapi inilah realita hidup manusia berdosa yang penuh kelemahan dan kekurangan.
Sebuah tafsiran mengatakan,  zaman PL memang wajar bila terjadi hal demikian, karena waktu itu tidak ada aturan yang jelas ditambah budaya jika istri tidak punya anak, ia bisa memberikan budaknya untuk menikah dengan suaminya.  Alasan tersebut sebenarnya tidak bisa diterima, sebab akan membenarkan orang yang berbuat dosa dengan alasan kontekstual.
Latar belakang Yakub, seorang yang terkenal sebagai penipu, ia menipu ayahnya dan Esau (melalui ide ibunya Ribka) untuk mendapatkan hak kesulungan.  Ada yang mengatakan yang dilakukan Yakub sekalipun tidak benar tetapi untuk tujuan mulia, namun apapun alasannya perbuatan Yakub tidak bisa dibenarkan, memang semua ada dalam penetapan Allah tetapi tidak menghilangkan tanggung jawab manusia.  Sebenarnya keluarga Yakub adalah keluarga yang dipilih Allah yang merupakan janji Allah sendiri namun realitanya penuh intrik dan cara-cara yang tidak Kristiani.
Yang dapat dipelajari dari keluarga Yakub  ialah Allah luar biasa, DIA tetap memakai nama-nama yang penuh kelemahan ini untuk memperkenalkan ‘siapa diriNYA’ (Kel.  3: 15), TUHAN Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.  Abraham banyak kelemahan, Ishak dan Yakub juga tidak menjadi teladan. Pilihan Allah atas Yakub bukan karena dia lebih baik dari Esau, Allah memilih sebelum anak-anak dilahirkan, belum melakukan yang baik atau yang jahat, bukan berdasarkan perbuatan.  Inilah yang dinamakan ‘kedaulatan Allah’ yang seharusnya menjadi berita bahagia bukan malapetaka, pilihan Allah berdasarkan belas kasihNya, sebab jika Allah menuntut keadilan dan kesempurnaan pasti tidak satupun manusia yang dapat dipilih.  Allah tidak kompromi dengan dosa.  Pilihan Allah pada manusia yang berdosa bukan berarti Allah suka dengan dosa, yang ditekankan disini semuanya only by grace.[12]   Pendidikan dewasa semuanya berpusat pada kuasa kedaulatan Allah.  Keturunan Yakub  menyimpan pelajaran-pelajaran itu dalam hatinya ke mana saja ia pergi, biarpun dalam pengasingan, sehingga pengetahuan akan janji-janji Tuhan itu tetap terpelihara oleh bangsa Israel.

Musa dan Pendidikan Orang Dewasa
Musa dipilih pula oleh Tuhan untuk membebaskan umat-Nya dari penindasan.  Musalah yang diangkat menjadi panglima dan pemimpinnya, tetapi juga menjadi guru dan pemberi hukuman bagi mereka.  Ketika Allah memanggil bapa leluhur bangsa Israel, maka hubungan batin dengan Allah telah terikat.  Dalam arti bahwa Allah langsung membimbing dan mengarahkan mereka untuk memiliki kedewasaan baik dalam mendidik anak-anaknya maupun  kepada Allah.  Iman dan mentalitas mereka akan dididik dan sekaligus diuji oleh Allah sendiri.
Dari hasil didikan itu lahirlah  sebuah pendidikan khusus dari sebuah bangsa yang sering disebut pendidikan agama Yahudi.  Dalam ruang lingkup pendidikan Agama Yahudi bukan hanya usaha sambilan saja yang hanya dilaksanakan pada salah satu sudut kehidupan,  melainkan bagian inti dari kegiatan sehari-hari yang lasim dilakukan.  Untuk memenuhi syarat pendidikan yang diharapkan itu pada orang tua itu sendiri wajib menjadi pelajar seumur hidup. 
Meskipun dari seorang sejarah Israel kuno nyata bahwa tugas mulia itu jarang sekali dilaksanakan secara tuntas sesuai dengan yang tertuang dalam penglihatan mulia tersebut, namun ia merupakan suatu patokan bagi keluarga Yahudi.   Pendidikan agama yang diterapkan kepada orang Yahudi hingga menjadi sebuah barang mahal di dalam kehidupan orang Yahudi, supaya mereka dapat menjadi teladan dan panutan bagi anak-anaknya sehingga mereka memiliki kedewasaan sekaligus melakukan yang terbaik untuk Allah mereka.
Allah menyatakan diriNya kepada umat-Nya melalui hamba-hamba-Nya untuk menyampaikan berita pengharapan bagi umatNya.  Demikianlah Samuel mengatakan kepada Allah: “Berbicaralah sebab hambaMu ini mendengar” (I Sem. 3:1). 
Pendidikan agama yang diberikan kepada orang dewasa bagi orang Yahudi, pada dasarnya untuk diberikan sekaligus disampaikan kepada anak-anakNya.  Demikianlah Firman Tuhan: “Dengarlah hai orang Israel….. haruslah engkau mengajarkannya kepada anak-anakmu….. dan harus engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu” (Ul. 6:4-9).  Pendidikan agama untuk orang dewasa bagi orang Yahudi/Israel pada dasarnya terpokus pada diri Allah mereka yang dinyatakan dalam sikap dan perbuatan dalam kehidupannya sehari-hari.
Dalam taurat yang diberikan kepada Musa pada dasarnya sebagai dasar bagi umatnya dalam berbuat baik, baik kepada sesama maupun kepada Allah dan taurat tersebut diberikan untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.  Ketika taurat itu tidak dilakukan atau dilanggar maka Tuhan memberikan hukuman kepada mereka. 
Dalam sejarah yang kedua yakni katika mereka di Babel dalam pembuangan, kaum Yahudi/Israel itu makin lama makin sadar akan amanat dan panggilan mereka, mereka banyak mencurahkan perhatian kepada kitab-kitab suci bangsanya.  Dibangunnyalah rumah sembanyang (bait Allah) dan sekolah-sekolah agama, tempat diajarkannya kepada jemaat Yahudi itu segala agama yang telah diserahkan nenek moyangnya berabad-abad lamanya.  Dalam kebaktian hari Sabat di Sinagoge dibagi atas 5 bagian yakni: Syema (dengarlah), Doa, Pembacaan Taurat, Pembacaan Nubuat, Berkat. 
Melalui rumah ibadat tersebut dilakukan berbagai kegiatan kerohanian untuk mengajar “orang dewasa”, maka mulailah didirikan “sekolah rumah ibadat” untuk mendidik angkatan muda secara efektif.  Pada zaman Musa,  para pendidik dan pengajar orang dewasa bagi sebuah bangsa terletak di tangan:

Kaum Imam dan Pendidikan Orang Dewasa  
Imam (Inggris: 'priest'; Ibrani כהן - KOHEN; Yunani ιερευς - hiereus). Kata ini berasal dari kata Yunani πρεσβυτερος - presbuteros, "tua", "penatua", yang mempunyai tugas memimpin himpunan orang beriman. Tetapi sekarang, kata ini sudah mewarisi arti kata Yunani 'hiereus' (dari ιερεος - hieros, "kudus").  Di sini, kata ini dibahas dalam arti yang terakhir itu. Baik dalam lingkungan kafir maupun dalam Perjanjian Lama (PL), kata ini menunjukkan orang yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang kudus.[13]
Kaum Imam merupakan orang yang melayani Allah dan jemaatNya melalui suatu sistim pemberian kurban, yang mulai dikembangkan pada waktu para pengungsi dari Mesir dididik di padang belantara Sinai, dengan jalan mengorbankan nyawa lembu, kambing dan domba, para imam menarik perhatian umatnya yang pada kenyataannya dosa sebagai kenyataan yang memisahkan manusia dari Tuhan yang kudus.
Kaum imam menonjol dalam Pentateukh berkaitan dengan Musa dan Harun (Kel. 2:1-10; 6:16-27).  Setelah Harun memimpin umat Israel murtad dengan penyembahan anak lembu emas (Kel. 32:25), para putra Lewi menuntut kehormatan terhadap Allah dengan menghukum banyak orang fasik.  Salah satu bagian dari pernyataan kesetiaan kterhadap Allah itu, mungkin juga dapat diartikan sebagai menerangkan tanggung jawab yang disumbangkan suku itu, dalam perundang-undangan Pentaeukh.
Para golongan Lewi dalam pelayanan di kemah suci yang jelas dirinci dalam bilangan telah didahukui dalam bilangan telah didahului dalam dalam Kel.38:21, di mana mereka bekerja sama membangun kemah suci di bawah pengawasan putra Harun , Itamar.  Dalam perangkat hukum yang mempersiapkan bangsa itu memulai perjalanan di padang gurun, Allah memisahkan suku Lewi dari suku-suku lainnya dan ditugasi mengawasi, membongkar, mengangkut dan mendirikan kembali kemah suci (Bil. 1:47-54).  Para Putra Lewi berkemah di sekitar kemah suci, dan berperan melindungi sesama suku mereka dari murka Allah, yang mengancam mereka jika tanpa diketahui berhubungan dengan kemah suci atau peralatannya (Bil. 1:51,53; 2:17).
Orang Lewi dilarang untuk melayani sebagai imam dengan ancaman hukuman mati, sebab pelayanan ini telah dikhususkan bagi putra-putra Harun (Bil. 3:5).  Orang Lewi diperuntukkan bagi suatu pelayanan guna membantu para imam khusnya yang berhubungan dengan keterampilan tangan untuk mengangkut kemah suci.  Kesetiaan dan penyerahan total bagi Allah menjadi bagian hidup mereka dalam menjalankan tugas.  Tugas dan perwakilan golongan Lewi dilambangkan dalam upacara-upacara penyucian dan penahbisan (Bil. 8:5). 
Mereka mulai melayani pada umur 25 tahun dan berlangsung hingga 50 tahun, pada waktu nama orang Lewi memasuki semacam masa semi pensiun dengan tugas-tugas terbatas (Bil 8:24-25).  Mungkin ada semacam masa magang atau latihan keterampilan, karena agaknya tanggung jawab penuh mengangkut kemah suci dan peralatannya baru diserahkan kepada orang yang berumur 30 tahun sampai 50 tahun (Bil. 4:3).  Ketika Daud menentukan tempat yang tetap bagi tabut batas usia itu diturunkan menjadi 20 tahun karena tidak diperlukan lagi orang dewasa yang terus bertugas sebagai pengangkut (I Taw. 23:24).
Orang Tua dalam Keluarga dan Pendidikan Dewasa 
Golongan pengajar ini harus menganggap dirinya penengah yang memuarakan pengalaman nenek moyang mereka dengan Tuhan kepada setiap angkatan baru.  “Aku mau membuka mulut mengatakan amsal, Aku mau mengucapkan teka-teki dari zaman purbakala.  Yang telah kami dengan dan kami ketahui” (Maz. 78:2-4).
Bangsa Yahudi adalah bangsa yang penuh misteri, kecil tapi kuat, sedikit tapi menyebar ke seluruh dunia. menyebar tapi kemurniannya terjaga, kadang tidak bertanah air & tak punya raja, tapi selalu menojol dan memberi pengaruh kuat kepada dunia. Dianiaya, tapi bertahan bahkan berkelimpahan. Bangsa yang beridentitas kuat.
Penganut agama Yudaisme, mementingkan akan ketaatan kepada Hukum Agama yang dijalankan dengan penuh ketekunan, kemurniannya dijaga dari generasi ke generasi berikutnya. Pengajarannya kuat dan memberi dasar yang teguh untuk setiap tingkah laku dan tindakan. Pengaplikasikan hukum agama sering dilakukan secara harafiah.
Yang paling mengesankan dalam budaya Yahudi adalah perhatiannya pada pendidikan. Pendidikan menjadi bagian yang paling utama & terpenting dalam budaya Yahudi. Semua bidang budaya diarahkan untuk menjadi tempat untuk mereka mendidik generasi muda, yang kelak akan memberi pengaruh yang besar.
Dalam kitab Amsal kita temukan banyak ayat yang berbicara tentang pendidikan anak dalam keluarga. Di sana termuat banyak nasehat orang tua kepada anak-anak. Pada bab pembukaan ditekankan adanya wewenang  orang tua untuk mendidik anak-anak mereka (Ams. 1: 8-9). Wewenang itu tampaknya diilhami  kitab Ulangan 6 : 6-7, yang menekankan bahwa para bapa keluarga harus mengajar anak-anaknya, terutama dalam hal kepercayaan dan praktek religius.
Anak-anak tidak boleh melawan atau menentang orang tua.  Sebaliknya, mereka harus mentaatinya tanpa syarat. Sebab pendidikan dari orang tua bertujuan untuk membantu anak-anak menemukan jalan hidup dan memperoleh kesuksesan dalam hidup mereka. Dengan mentaati ajaran orang tua, anak-anak memiliki kepekaan dan cepat tanggap terhadap hidup dan lingkungannya.
Menurut kitab Amsal, isi ajaran dari orang tua dapat digolongkan menjadi tiga nasehat. Nasehat pertama berupa peringatan untuk melawan teman-teman jahat, nasehat kedua berupa perintah agar menjauhi isteri orang lain, dan nasehat ketiga berupa ajakan untuk hidup dalam kebijaksanaan. Nasehat pertama: peringatan untuk melawan teman-teman jahat (Ams. 1:8-19; 2:12-15; 4:10-19; 6:12-15.16-19). Orang tua memperingatkan agar anak-anak tidak mudah dibujuk untuk terlibat dalam tindak kejahatan. Yang dimaksudkan dengan tindak kejahatan itu antara lain adalah kekerasan, penindasan, dan pembunuhan, yang bertujuan untuk mencari keuntungan pribadi. Dalam menyampaikan peringatan-peringatan itu, orang tua juga harus memperlihatkan akibat dari tindak kejahatan tersebut terhadap diri mereka sendiri. Dengan berbuat jahat, sebetulnya orang mengancam keselamatannya sendiri (Ams. 1:18). Selain itu perbuatan yang jahat sangat dibenci Tuhan dan “menjadi kekejian bagi hati-Nya” (Ams. 6:16). Kalau anak mendengarkan dan mentaati ajaran ayahnya, ia pasti menempuh “jalan hikmat” dan akan menghindari “jalan orang fasik” (Ams. 11:14).
Nasehat kedua: peringatan untuk menjauhi isteri orang lain (Ams. 2:16-22; 5:1-23; 6:20-35; 7:1-27). Peringatan ini diberikan kepada mereka yang sudah memasuki usia dewasa. Orang tua menasehati anaknya yang sudah memasuki usia nikah, agar tidak mudah terkena bujukan dari wanita yang sudah bersuami. Bila pemuda terkena bujukan dan melakukan perzinahan dengannya, maka ia akan mengalami penderitaan dan kesengsaraan dalam hidupnya. Perbuatan zinah juga menunjukkan bahwa orang yang melakukannya adalah orang yang tidak berakal budi. Akhir dari perzinahan adalah kematian. Oleh karena itu ia harus hidup bijaksana (Ams. 4:6-9) dan setia kepada isterinya sendiri (Ams. 5:15-19), agar tidak mudah jatuh dalam perzinahan.
Nasehat ketiga: ajakan dan saran  supaya hidup dalam kebijaksanaan (Ams. 2:1-22; 3:1-26; 4:1-27; 7:1-5). Kebijaksanaan adalah harta yang tak ternilai harganya. Anak yang hidup dengan bijaksana akan terhindar dari kedua bahaya yang disebut di atas. Sebab kebijaksanaan akan memimpin, menjaga, dan mengarahkan hidup ke jalan hikmat. Hanya kebijaksanaanlah yang menjadi jaminan hidup bahagia. Kebijaksanaan menuntun anak kepada pengenalan akan Allah dan takwa kepada-Nya (Ams. 2:1-8; 3:1-35). Kebijaksanaan itu diperoleh melalui nasehat-nasehat dan pendidikan orang tua.
Menurut kitab Amsal, tujuan pendidikan adalah membantu anak mencapai kebijaksanaan. Sebab mencapai kebijaksanaan berarti hidup; sedangkan kegagalan dalam mencapainya berarti kematian. Kebijaksanaan dan pendidikan ke arah kebijaksanaan membentuk pribadi manusia seutuhnya, yang mahir dan mampu dalam segala bidang, termasuk dalam relasi dengan Tuhan. Agar tujuan itu tercapai, pendidikan harus dilaksanakan dengan disiplin. Oleh karena itu orang tua diperbolehkan menggunakan cara yang tegas dalam mendidik anak, misalnya dengan hukuman (Ams. 19:18). Maksud dari hukuman itu adalah agar anak-anak tidak masuk ke jalan yang salah. Sebab hidup di  jalan yang salah berarti berjalan menuju kematian. Pendidikan itu didasarkan pada tradisi, termasuk tradisi iman, tetapi  tidak berarti pewarisan rumusan-rumusan tradisi leluhur saja. Lebih dari itu, pendidikan menyampaikan pengalaman hidup dan iman para  leluhur  yang  telah  mencapai  kebijaksanaan.  Oleh karenanya, yang berhak menjadi pendidik adalah orang yang telah menghayati tradisi tersebut dalam hidupnya.[14]
B.     Kitab Syair dan Pendidikan Orang Dewasa
Kitab syair dikarang oleh berbagai pujangga dalam waktu  yang lama sekali. Nyanyian-nyanyian dan doa-doa ini dikumpulkan  oleh orang Israel dan dipakai dalam ibadat mereka, lalu akhirnya  dimasukkan ke dalam Alkitab.   Sanjak-sanjak keagamaan ini bermacam ragam: ada nyanyian pujian dan ada nyanyian untuk menyembah Allah; ada doa mohon pertolongan, perlindungan dan penyelamatan; doa mohon ampun; nyanyian syukur atas berkat Allah, permohonan supaya musuh dihukum.  Doa-doa ini ada yang bersifat pribadi, ada pula yang bersifat nasional.  Beberapa di antaranya menggambarkan perasaan seseorang yang paling dalam, sedangkan lainnya menyatakan kebutuhan dan perasaan seluruh umat Allah.   Tujuan kitab syair ialah untuk membangkitkan kasih kita kepada Tuhan melalui pengertian yang lebih mendalam tentang Tuhan.[15]  Tokoh pendidikan orang dewasa dalam kitab syair adalah nabi-nabi, kaum bijaksana dan kaum penyair.

Nabi-nabi dan Pendidikan Dewasa

Para nabi berbeda dengan kaum imam, di mana kaum imam melayani Tuhan dari mezbah, dalam hal ini nabi merasa dirinya terpanggil mengumumkan firman teguran hukuman dan pendamaian.
Kedudukan Nabi-nabi dalam PL adalah hamba-hamba Allah yang kerohaniannya jauh lebih tinggi daripada orang-orang sezamannya. Tidak ada kelompok apa pun dalam dunia sastra yang digambarkan dengan lebih dramatis daripada nabi PL. Imam, hakim, raja, penasihat bijaksana, dan pemazmur masing-masing memiliki tempat khusus dalam sejarah Israel, tetapi tak seorang pun di antara mereka yang mencapai taraf para nabi atau yang tetap berpengaruh dalam sejarah penebusan selanjutnya.
Para nabi mempunyai pengaruh utama dalam susunan PL itu sendiri.  Kenyataan ini tampak dalam ketiga pembagian Alkitab Ibrani: Torah, dan Kitab Para Nabi.  Kelompok yang dikenal sebagai Kitab Para Nabi tercakup enam kitab sejarah yang ditulis dengan perspektif nubuat: Yosua, Hakim-Hakim, 1 dan 2 Samuel, dan 1 dan 2 Raja-Raja.  Sangat mungkin penulis kitab-kitab ini juga nabi. Kemudian, terdapat ke-16 kitab nabi khusus (Yesaya hingga Maleakhi). Akhirnya, Musa, penulis ke-5 kitab pertama di Alkitab (Torah), juga seorang nabi (Ul 18:15). Jadi, dua pertiga PL ditulis oleh nabi.
Kata-kata ibrani untuk nabi.  Ro'eh_. Kata benda Ibrani ini, diterjemahkan dengan "pelihat", menunjukkan kemampuan khusus untuk melihat kenyataan rohani dan hal-hal masa depan. Nama ini menganjurkan bahwa seorang nabi tidak ditipu oleh penampilan lahiriah sesuatu, tetapi ia melihat pokok persoalan sebagaimana adanya dari perspektif Allah sendiri. Selaku seorang pelihat, nabi menerima mimpi, penglihatan, dan penyataan dari Allah yang memungkinkan dia menyampaikan realitas rohani kepada umat Allah.  
Seorang nabi bukan sekadar pemimpin agama lain di dalam sejarah Ibrani, tetapi seorang yang dirinya telah dimasuki dan dikuasai oleh Roh Allah dan Firman Allah (Yeh 37:1,4). Karena di dalam dirinya ada Roh dan Firman, nabi PL mempunyai tiga ciri sebagai berikut:
Pengetahuan yang dinyatakan secara ilahi.  Seorang nabi menerima pengetahuan yang diberi Allah mengenai orang, peristiwa, dan kebenaran penebusan. Maksud utama pengetahuan ini ialah mendorong umat Allah agar tetap setia kepada Allah dan perjanjian-Nya. Ciri khas nubuat PL yang menonjol ialah bahwa kehendak Allah bagi umat-Nya dijelaskan melalui ajaran, teguran, dan peringatan. Allah memakai para nabi untuk menyatakan hukuman-Nya sebelum itu terjadi. Dari tanah sejarah gelap Israel dan Yehuda timbullah nubuat-nubuat khusus tentang Mesias dan kerajaan Allah, serta ramalan aneka peristiwa dunia di masa depan.  Dalam pendidikan orang dewasa pengetahuan dinyatakan secara ilahi untuk mendorong orang dewasa tetap setia kepada Allah.
Kuasa yang diberikan secara ilahi. Para nabi tertarik ke dalam lingkaran ajaib ketika dipenuhi dengan Roh Allah. Melalui para nabi, kuasa dan hidup Allah ditunjukkan secara adikodrati di tengah-tengah dunia yang pada umumnya tertutup bagi itu semua.   Kuasa dan otoritas Allah adalah salah satu dasar dalam pendidikan orang dewasa.
Gaya hidup yang khusus.  Pada umumnya nabi-nabi meninggalkan kegiatan hidup sehari-hari yang biasa untuk hidup semata-mata bagi Allah. Mereka dengan gigih menentang penyembahan berhala, kebejatan, dan bermacam-macam kejahatan di antara umat Allah, dan juga mengecam korupsi dalam kehidupan para raja dan imam; mereka merupakan aktivis yang mendukung perubahan kudus dan benar di Israel. Para nabi, yang senantiasa giat demi kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, memperjuangkan kehendak Allah tanpa memikirkan risiko pribadi.  
Ada beberapa ciri khas nabi perjanjian lama.  Ialah seorang yang mempunyai hubungan erat dengan Allah dan menjadi orang kepercayaan-Nya (Am 3:7). Nabi memandang dunia dan umat perjanjian dari segi pandangan Allah bukan dari segi pandangan manusia.   Karena dekat dengan Allah, seorang nabi sependapat dengan Allah dan ikut merasakan penderitaan Allah karena dosa-dosa umat itu; karena ia memahami maksud, kehendak, dan keinginan Allah lebih daripada orang lain, ia mengalami reaksi-reaksi emosi yang sama dengan Allah. Dengan kata lain, sang nabi bukan hanya mendengar suara Allah tetapi ikut merasakan perasaan hati-Nya (Yer 6:11; 15:16-17; 20:9).  Berita para nabi menekankan tiga tema utama: 1) Sifat Allah.  Mereka memberitakan Allah sebagai Pencipta dan Penguasa yang mahakuasa atas semesta alam (Yes 40:28), dan Tuhan yang berdaulat atas sejarah, Yang membuat semua peristiwa di dalam sejarah bekerja bagi maksud-maksud pokok keselamatan dan penghakiman-Nya (Yes 44:28; 45:1; Am 5:27; Hab 1:6).  Mereka menekankan bahwa Allah adalah kudus, benar dan adil yang merasa jijik melihat dosa, ketidakbenaran, dan ketidakadilan; karena kekudusan-Nya diperlembut oleh kemurahan-Nya, maka Dia sabar dan lambat bertindak dalam murka dan hukuman. Karena sifat Allah itu kudus adanya, Dia menuntut agar umat-Nya dipisahkan sebagai "kudus bagi Tuhan" (Za.14:20; bd. Yes 29:22-24; Yer 2:3). Selaku Allah yang mengadakan perjanjian untuk memasuki hubungan yang unik dengan Israel, Ia menuntut umat-Nya itu menaati perintah- perintah-Nya selaku bagian dari kontrak tersebut.  2) Dosa dan pertobatan. Para nabi PL ikut sedih dengan Allah atas ketidaktaatan, ketidaksetiaan, penyembahan berhala, dan kebejatan yang terus-menerus dari umat perjanjian-Nya; mereka mengucapkan kata-kata keras yang menghakimi mereka. Berita mereka sama dengan berita Yohanes Pembaptis dan Yesus -- "bertobatlah atau binasa." Mereka menubuatkan hukuman-hukuman dahsyat berupa malapetaka seperti kebinasaan Samaria oleh Asyur (Hos 5:8-12; 9:3-7; 10:6-15) dan kebinasaan Yerusalem oleh Babel (mis. Yer 19:7-15; 32:28-36; Yeh 5:5-12; Yeh 21:2,24-27).    3) Nubuat dan Pengharapan akan Mesias.  Sekalipun umat perjanjian itu secara keseluruhan tidak setia kepada Allah dan sumpah-sumpah perjanjian mereka, para nabi tidak pernah berhenti memberitakan berita pengharapan. Mereka tahu bahwa Allah akan menggenapi perjanjian dan janji-janji-Nya dengan Abraham, melalui kaum sisa yang setia dan takut akan Allah. Pada akhirnya Mesias akan datang, dan melalui Dia Allah akan menawarkan keselamatan kepada seluruh umat manusia.[16]
Kaum Bijaksana dan Pendidikan Orang Dewasa
Kaum bijaksana merupakan golongan pengajar/pendidik bagi orang Israel.  Hal ini dapat dilihat dalam kitab Amsal, tetapi juga di lain tempat misalnya kitab Ayub dan Pengkhotbah.  Jauh sebelum ucapan tersebut dituliskan intinya sudah disampaikan secara lisan oleh orang-orang tua yang duduk di pintu gerbang kota bahkan di desa-desa.  Di situ diajarkan, baik yang muda maupun yang setengah tua.  Dikatakan: “Anak-anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada ayahnya, tetapi anak yang bebal adalah kedukaan bagi ibunya” (Amsal 10:1).
Kaum bijaksana menyampaikan petunjuk praktis misalnya melalui peribahasa dan ucapan mutiara yang hidup dan bijak.  Kaum bijak berusaha mempengaruhi orang kepada kebenaran.  Kitab Amsal, pengkhotbah dan Ayub memuat pengajaran mereka.[17]
Kaum bijaksana ialah orang-orangyang memiliki kecakapan teknis.  Suatu kelas khusus orang bijaksana (laki-laki dan perempuan), nampaknya berkembang selama pemerintahan monarkhi.  Pada masa Yermia mereka mempunyai peranan penting disamping nabi-nabi dan para imam, sebagai orang yang berpengaruh besar atas masalah agama dan social.  Tugas mereka ialah merumuskan rencana-rencana yang  dapat dilaksanakan, menyususun nasehat untuk meraih hidup yang berhasil (Yer. 18:18).  Kaum bijaksana atau penasehat  berperan sebagai bapak dalam hubungannya dengan orang-orang yang kesejahteraannya bergantung kepada nasehatnya.  Misalnya, Yusuf menjadi bapak bagi Firaun (Kej. 45:8), Debora menjadi ibu di Israel (Hak. 5:7).
Hikmat dan kebijaksanaan  dalam arti yang utuh mutlak hanya milik Allah (Ayb. 12:13, Yes.31:2; Dan. 2:20-23).  Hikmatnya mencakup bukan hanya sempurnahnya dan lengkapnya pengetahuannya mengenai setiap  segi bidang kehidupan (Ay. 10:4; 26:6; Ams. 5:21) tetapi juga mencakup kedaulatannya menggenapi tuntas apa yang ada dalam pikiranN dan yang mustahil dapat digagalkanya.

Kaum Penyair dan Pendidikan Orang Dewasa
Kaum penyair mengajar dengan jalan mendobrak hati umat melalui irama dan perkataan simbolis misalnya dalam Mazmur.  Kaum penyair mengajar melalui kata-kata simbolis, lagu dan syair.  Pengajarannya dimuat di Mazmur.  Nara didik kaum penyair adalah orang dewasa.
Kaum penyair dalam  PL menuliskan  karya sastra yang berisi tentang gagasan-gagasan yang dituangkan dalam bentuk penggambaran pengalaman-pengalaman kehidupan sehari-hari (praktis) yang diungkapkan oleh nalar kreatif manusia.  Meskipun demikian, tetap saja ada perbedaan di antara keduanya.  Perbedaan tersebut merupakan perbedaan yang lebih berhubungan dengan intervensi ilahi.  Puisi PL secara keseluruhan dibentuk lebih lanjut oleh orang-orang yang memiliki iman yang kuat kepada Allah Yahweh, karena mereka sudah melihat bagaimana Yahweh berkarya ditengah-tengah umat-Nya.  Puisi PL umumnya juga dapat dilagukan dan diiringi oleh musik.  Kekhusussan puisi atau syair  PL yang dapat dilagukan ini, selain memperkaya perbendaharaan kesenian, juga merupakan bentuk sastra yang sangat penting, menambah dimensi lain dan memberikan warna khusus terhadap suatu liturgis yang berisi tentang pujian dan mazmur kemuliaan bagi Yahweh itu.
Bagi orang Ibrani, “hikmat” merupakan salah satu “kepandaian untuk hidup” yang memadukan kemampuan untuk mengamati; juga bagian dari fungsi intelek manusia; dan sekaligus penerapan pengetahuan serta pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.  Sastra hikmat umumnya juga berisi tentang hal-hal yang bersifat didaktik (mendidik) mengajar.  Hikmat berusaha untuk memberikan suatu pengajaran tentang prinsip-prinsip moral yang praktis dan tuntunan normatif untuk perilaku keseharian juga secara rasional memberikan dorongan pada stiap pembacanya untuk menyelidiki banyak persoalan yang berhubungan dengan keberadaan manusia yang kesemuanya dilihat dari sudut pandang yang berakar kuat dalam takut akan Tuhan.  Adapun pembagian sastra hikmat dalam PL meliputi kitab-kitab yang berisi tentang ajaran dan nasihat, misalnya, Amsal dan Kidung-Agung dan kitab-kitab yang berisi tentang pemikiran yang dalam seperti Ayub, dan Pengkhotbah juga beberapa Mazmur hikmat (seperti, Mzm. 1, 37, 49 dan 112).
Secara keseluruhan, baik sastra hikmat maupun puisi di PL, pada dasarnya merupakan ulasan tentang persoalan sosial praktis yang bertolak dari tuntutan-tuntutan etis hukum Ibrani. Karena itu, petunjuk-petunjuk dan peringatan-peringatan yang terkandung dalam pepatah-pepatah seperti dalam kitab Amsal seringkali dimaksudkan untuk mengatur kehidupan sehari-hari yang mencakup bermacam-macam pokok, termasuk di antaranya adalah, hubungan keluarga, pembalasan dan disiplin, persahabatan, pengendalian lidah, pernikahan dan perzinahan, orang miskin serta persoalan-persoalan sehari-hari lainnya. Selain itu, penulisan kitab-kitab syair dan hikmat ini juga dimaksudkan untuk memberikan rujukan tentang suatu pengajaran kepada generasi selanjutnya – termasuk kita – agar dapat belajar melalui pengalaman dan pengamatan para pendahulu yang sudah ditungakan dalam bentuk sastra – dalam pimpinan Tuhan itu.[18]



BAB IV
PENDIDIKAN ORANG DEWASA
DALAM PERJANJIAN BARU
            Landasan Alkitabiah dan teologi pendidikan dewasa yang akan dibahas dalan bab ini ialah Tuhan Yesus dan pendidikan dewasa, Rasul Paulus dan Pendidikan dewasa serta Roh Kudus dan Pendidikan dewasa.

Tuhan Yesus dan Pendidikan Orang Dewasa
            Pendidikan agama kepada orang dewasa dalam Perjanjian Baru, pada dasarnya tetap terpokus pada diri Yesus sendiri.  Di samping sebagai “penebus dan pembebas”.  Tuhan Yesus juga menjadi seorang guru yang agung.  Keahliannya sebagai seorang guru umumnya diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi, mereka dengan sendirinya menyebut Dia “Rabi”.   Ini tentu suatu gelar kehormatan, yang menyatakan betapa Dia disegani dan dikagumi oleh orang sebangsanya.  Ia selaku seorang pengajar yang mahir dalam segala soal keilahian.
            Sebab ini mengajar mereka “sebagai orang yang berkuasa tidak seperti ahli-ahli taurat yang biasa mengajar mereka” (Mat. 7:29).  Yesus sebagai salah satu tokoh dalam Perjanjian Baru dapat dikatakan bahwa Dia sebagai salah satu buah dari Pendidikan Agama Yahudi, dia dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga di lingkungan Yahudi.  Yesus belajar dari gurunya, sama halnya dari orang Yahudi yang dibesarkan dalam keluarga, dan keluargalah gurunya yang pertama. 
            Orang tualah yang memiliki peran yang utama dalam mendidik anak-anaknya.  Bagi orang Yahudi orang tualah yang berusaha menanamkan pendidikan agama kepada anaknya baik yang bersifat liturgis maupun yang bukan liturgis (Luk. 2:21,42).  Kemudian sebagai seorang dewasa yang masuk ke rumah ibadat menurut kebiasaan pada hari sabat dan diberikan kitab Yesaya (Luk. 4:16-17).  Yesus merayakan hari paskah (Luk. 22:24).
            Yesus menekankan bahwa pendidikan Yahudi merupakan modal dasar yang diteruskannya, “Tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam kerajaan sorga” (Mat. 5:19c).
            Yesus menerapkan pendidikan agama kepada orang dewasa termasuk keluarga supaya mereka mempunyai kekuatan rohani dan perlengkapan senjata Allah melawan tipu muslihat iblis (Ef. 6:10-11) supaya mereka hidup dan berada di dalam kasih Kristus (Ef. 5:2).  Hendaknya Kristus tetap hidup dan berada di dalam keluarga itu dan membesarkan segala apa yang mereka lakukan berdasarkan kasih Kristus (Ef. 5:22-23).  Demikian Firman Tuhan: “Dan kamu bapa-bapa janganlah bangkitkan amarah di hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasehat Tuhan” (Ef. 6:4).
            Yesus mengajar di mana saja dengan berbagai gaya dan bentuk (ceramah, bdk. Khotbah di bukit, bimbingan bdk. Mat. 10, menghafalkan, perwujudan, doalog, studi kasus, perjumpaan dan perbuatan simbolis misalnya baptisan).  Gaya dan bentuk mengajar itu dilakukan misalnya: di atas bukit, di perahu di sisi orang sakit, di tepi sumur, di rumah yang sederhana, dan di rumah orang kaya, di depan pembesar-pembesar agama dan pemerintah bahkan sampai di kayu salib sekalipun.  Tuhan Yesus tidak memerlukan sekolah atau gedung yang tertentu.  Tiap-tiap keadaan dan pertemuan diergunakannya untuk memberitakan Firman Allah kepada setiap orang, baik yang muda, anak-anak dan dewasa. 
            Yesus sebagai guru agung memberikan dasar-dasar pendidikan  orang dewasa.  Yesus memiliki tujuan yang jelas dalam mengajar.  Tujuan akhir pengajaran Yesus ialah pertobatan, kekuatan akan Firman Allah serta mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.  Yesus memiliki kedekatan dengan murid-muridnya.  Yesus menggunakan metode yang kreatif.  Yesus mengajar dengan menjawab kebutuhan.   Yesus konsisten dengan kebenaran (Yoh. 14:6).  Yesus mengajar secara dinamis.  Yesus berkomitmen dalam menjalani panggilannya sebagai pengajar (Yoh. 3:2; 13:13).  Yesus paham akan Firman Allah (Luk 4:14; 24:27).  Yesus rela membayar harga.  Yesus patut diteladani dalam pendidikan orang dewasa karena rela berkorban demi kepentingan orang lain (Fil. 2:5-8).

Rasul-Rasul  dan Pendidikan Orang Dewasa
Rasul-rasul  (Yun: apostolos Artinya: utusan Allah).  Khususnya kedua belas murid Yesus yang diutus-Nya untuk turut melakukan pekerjaan-Nya (Mat. 10-.1-2), tetapi juga orang-orang lain yang dipanggil untuk memberitakan Injil (Rm. 16:7), teristimewa Paulus, rasul untuk bangsa-bangsa bukan Yahudi (Rm. 11-13). 
Sejak mulai berdirinya, jemaat Kristen telah menjunjung pengajaran agama. Seperti diketahui, orang-orang Kristen muda itu mula-mula masih berpaut kepada adat agama Yahudi, tetapi lambat laun mereka mengembangkan perkumpulannya sendiri. Di dalam perkumpulan itu mereka berdoa, berbicara tentang pengajaran dan perbuatan-perbuatan Tuhan Yesus Kristus, makan sehidangan dan merayakan Perjamuan Suci. Mereka yakin bahwa sejak turunnya Roh Kudus jemaat mereka merupakan Israel baru. Yesus Kristus telah menciptakan Israel baru itu dengan Roh-Nya sendiri. Sekarang mereka berdiri dalam dunia ini dengan keadaan baru dan dengan tugas yang baru pula.
Akibatnya ialah mereka mulai berkhotbah dan mengajar orang dewasa, supaya banyak orang lain juga dapat percaya pada Yesus sebagai Penebus dan Tuhan. Segala orang yang bertobat dan mau bergabung dengan jemaat Kristen itu, dididik dengan seksama. Di dalam dan di luar kebaktian, mereka belajar tentang Diri dan pekerjaan Juruselamat itu, dan lagi tentang panggilan dan tugas seorang Kristen dalam dunia ini. Jemaat-jemaat muda itu mempelajari nubuat-nubuat para nabi zaman dulu mengenai Yesus Kristus, dan mereka asyik membaca surat-surat yang diterimanya dari rasul Paulus dan pemimpin gereja lain. Mereka menganggap dirinya sebagai suatu persekutuan suci, seperti Israel dulu, tetapi dengan mengaku Yesus Kristus selaku Raja, Nabi dan Imam satu- satunya.
Kerajinan dan kesetiaan Israel dalam menjalankan pendidikan agama diturutinya pula, hanya perbedaannya sekarang, Taurat bukan lagi menjadi dasar dan pusat pendidikan itu, melainkan Yesus Kristus. Dengan demikian jemaat purba itu mengajarkan agama Kristen di dalam rumah-rumahnya, kepada tetangganya, di dalam kebaktian dan kumpulannya, bahkan kepada siapa saja yang suka mendengarkan berita kesukaan yang mereka siarkan.
Dari uraian yang pendek ini kita dapat segera menarik kesimpulan bahwa agama Kristen itu adalah suatu agama yang sangat mementingkan pendidikan Agama. Agama kita yakini dan segenap penganutnya sekali- kali tak boleh melupakan perbuatan-perbuatan yang Mahabesar, yang telah dilakukan Tuhan Allah bagi mereka di dalam Yesus Kristus. Anggota-anggota Gereja, baik orang dewasa maupun anak-anak kecil, semuanya wajib mempelajari pekerjaan Tuhan yang telah mendatangkan keselamatan itu. Peristiwa-peristiwa yang agung itu harus diajarkan, diterangkan dan dipercaya, sehingga setiap orang yang mengakui Yesus Kristus sebagai Juruselamat, meninggalkan manusia lamanya dan dan menjadi ciptaan baru di dalam Dia. Jika itu dilakukan, maka Gereja Kristen di dunia ini akan menjadi suatu terang, yang dapat menunjukkan jalan keselamatan kepada banyak orang lain pula.
Sejak zaman Perjanjian Baru, jemaat Kristen sangat mementingkan pendidikan agama. Tugas mengajar itu memang diserahkan khusus kepada kaum guru yang telah mempunyai karunia dan latihan istimewa untuk pekerjaan yang mulia itu, tetapi seluruh jemaat tetap mendukung dan mendoakan mereka. Mulai dari abad pertama tarikh Masehi, pendidikan agama Kristen menyiapkan orang untuk masuk ke dalam persekutuan jemaat Kristus, dan setelah disambut dalam jemaat itu mereka dididik terus supaya dapat semakin berakar dalam pengetahuan dan pengenalan yang mendalam tentang Yesus Kristus, Kepala Gereja itu.
 Rasul-rasul merupakan tokoh yang berapi-api untuk memasyurkan nama Tuhan Yesus itu.  Ke manapun mereka,  selalu mengajarkan Injil Kristus kepada orang Yahudi dan kaum kafir.  Rasul-rasul berkeyakinan kuat dan beriman teguh selalu mereka siap sedia bertukar pikiran, mengajar dan mengajak.  Dalam melaksanakan tugas mereka seringkali melaksanakan pendidikan orang dewasa baik di tempat-tempat ibadah, di sinagoge-sinagoge, di rumah, dan di masyarakat.
            Konsep utama dalam pengajaran rasul-rasul  adalah untuk meneruskan sifat dan tujuan utama dari pengajar Yesus sendiri.  Rasul-rasul  mendirikan jemaat dan menjadikan jemaat itu sebagai sarana untuk menyampaikan misi.  Jemaat khususnya dewasa dan orang tua merupakan tempat peyaluran misi dan sekaligus sebagai saksi dari Firman Allah.  Kasih, iman dan anugerah merupakan dasar teologisnya.  Kamu tahu juga petunjuk-petunjuk mana yang kami berikan kepadamu atas nama Tuhan Yesus (I Tes. 4:2) sebagai tanggapan, jemaat itu belajar saling mengasihi, karena itulah yang diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri (I Tes. 4:9).
            Rasul-rasul  juga mengajar di mana-mana seperti Yesus, dia mengajar di tempat penumpang, di atas kapal dan lain-lain.  Paulus mengajar melalui surat-surat supaya segala kesulitan yang muncul dalam jemaat yang didirikannya, atau sebagai akibat dari jemaat yang belum didirikannya dapat mengurangi berbagai masalah.
            Rasul-rasul mendidik dan mengajar jemaat yang didirikannya supaya memiliki kesatuan iman, , pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan yang penuh, dan tingkat pengetahuan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, teguh berpegang pada kebenaran di kasih, bertumbuh kea rah Dia, Kristus yang adalah kepala (Ef.4:13-15).

Model Pendekatan pembelajaran Rasul
            Rasul Paulus dalam melaksanakan pelayanan menggunakan berbagai model-model pembelajaran.  Ada beberapa model pembelajaran yang dipraktekkan oleh rasul-rasul antara lain:
Model Pembelajaran dengan pendekatan dioalogis.  
Ketika Rasul Petrus dan Yohanes diperhadapkan dengan mahkama agama, mereka berdialog (Kis. 4:1-22).  Pilipus dan sida-sida Etiopia (Kis. 8:4-25).  Dalam perjalanan misi Paulus memakai model pembelajaran kepada orang dewasa dengan pendekatan dialogis dalam menyampaikan Firman Tuhan.  Cara seperti itu sangat efektif sehingga Gubernur Siprus, Sergius Paulus, takyub akan ajaran Tuhan (Kis. 13:12).
            Dalam situasi yang, baru seperti di Athena, Paulus mengajar dengan pendekatan dialogis.  Di sana Paulus berhadapan dengan orang-orang yang giat belajar filsafat Yunani, mendalami ajaran Epikurus dan Stoa.  Tampaknya pendekatan itu efektif dan mengandung minat orang untuk lebih mengetahui ajaran Paulus yang menegaskan bahwa orang harus bertobat dari kebodohan dan berpaling kepada Kristus yang bangkit dari kematian.  Orang-orang di Athena sangat kagum mendengar pengajaran Paulus sehingga bertanya, “Bolehkah kami tahu ajaran (didakhe) baru yang kau ajarkan ini?” (Kis. 17:19).  Walaupun mendapat penolakan, sejumlah orang menjadi percaya kepada Kristus, salah satunya adalah Dionisius, anggota majelis Areopagus (Kis. 17:33-34).  Salah seorang tokoh Pendidikan Kristen di yakni Hope S. Antone mengungkapkan bahwa dialog adalah pendekatan yang sangat penting khususnya dalam masyarakat plural.[19]     

Model Pembelajaran dengan Pendekatan Individual.
 Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus.  Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku.” (Kol.1:28-29).
            Model Pembelajaran dengan Pendekatan Individual yang diperlihatkan oleh Paulus bertujuan untuk memimpin tiap-tiap orang pada kesempurnaan hidup di dalam Yesus Kristus.  Paulus benar-benar yakin bahwa di dalam Yesuslah tiap-tiap orang memperoleh pengharapan akan kemuliaan.  B.S. Sijabat mengatakan bahwa tugas yang demikian tidak mudah serta benar-benar menuntut pergumulan, kesadaran, penyerahan diri dengan mengandalkan kuasa Tuhan.[20]
            Model Pembelajaran dengan Pendekatan Individual yang diterapkan oleh rasul Paulus, juga diterapkan oleh Yesus Kristus sebagai guru Agung.  Dalam pendekatan ini Yesus bertindak sebagai mentor.  Robert W. Pazmino menjelaskan, “That mentoring is now extended through the Christian chruch to current followers of Jesus.  The role of Christian teacher today incarnates the mentoring tradition of Jesus.  One way of to evaluate the impact of a mentor is to exammine the lives and ministries of persons being mentored.[21]  Pendekatan ini sangat efektif untuk membimbing, mengarahkan dan menuntun seseorang secara pribadi.  Sebagai contoh, Paulus menjadi mentor bagi Timotius dan Timotius bertumbuh menjadi dewasa dalam iman.  “Kepada Timotius, anakku yang sah di dalam iman: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau” (1Tim. 1:2).
            B.S. Sijabat dalam bukun Mengajar Secara Profesional memberikan penjelasan bahwa model mengajar dengan pendekatan individual ini menekankan pembentukan dan pengembangan kualitas pribadi peserta didik, khususnya dalam aspek psikologis dan emosinya agar mampu memahami membangun realitas hidup secara bijak.  Bagi guru yang memilih model itu, masalah pembaruan emosi dan konsep diri sangat penting bagi tugas kehidupan.  Diasumsikan bahwa jika perubahan dalam diri individu itu terjadi, rasa percaya diri dan persepsi diri semakin positif.  Iapun lebih termotivasi untuk membangun kreatifitas.  Secara perlahan dampak penerimaan dan penghargaan diri yang sehat itu mengemuka ke lingkungan sosialnya.  Akibat perubahan kualitas hidup dalam pribadi peserta didik, kemampuan intelektual dan relasi serta interaksi sosial diharapkan mengalami peningkatan.[22]

Model Pembelajaran dengan Pendekatan Teologis.
 Model Pembelajaran orang dewasa dengan pendekatan Teologis artinya memprioritaskan kebenaran atau mengedepankan tentang kebenaran teologis.  Paulus berbicara kepada Timotius bahwa ia ditetapkan sebagai pengajar non Yahudi dalam iman dan kebenaran (1Tim. 2:7).  Ia menugaskan Timotius untuk mengajarkan tentang kebenaran Kitab Suci kepada Jemaat Efesus (1Tim. 4:11; 6:2).  Titus ditugaskan di pulau Kreta untuk mengajar warga Jemaat dengan ajaran sehat (Tit. 1:9).
Model Pembelajaran dengan pendekatan Teologis membutuhkan guru atau pendidik Kristen yang memahami tentang kebenaran.   Pendidik Kristen yang memahami tentang kebenaran menuntun peserta didik pada kehidupan spiritual yang memadai bukan keduniawian.  David F. Wells dalam buku, Hilangnya Kebajikan Kita mengatakan, “Keduniawian adalah sistim nilai dalam setiap zaman yang berpusat pada perspektif manusia yang berdosa, yang menyingkirkan Allah dan kebenarannya dari dunia dan yang menjadikan dosa tampak wajar dan kebenaran tampak aneh.”[23]  Kekristenan yang seringkali tampak abu-abu tidak terlepas dari pendidik Kristen yang tidak lagi menekankan kebenaran atau tologi yang benar.

Model Pembelajaran dengan pendekatan Keteladanan.
 Model pembelajaran orang dewasa dengan pendekatan keteladanan adalah proses menuntun peserta didik dengan memberikan contoh atau panutan.  Rasul Yakobus  menekankan bahwa hendaknya jangan hanya menjadi pendengar Firman tetapi pelaku Firman (Yak. 1:19-27).  Rasul Petrus menekankan kepada para penatua agar menjadi teladan (Pet. 5:1-11).  Model pembelajaran dengan pendekatan keteladanan ini juga telah manyatu dengan kehidupan Paulus.  Itulah sebabnya ia menghimbau Timotius dan Titus sebagai pendidik/pengajar untuk menjadi teladan.  “Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu” (1Tim. 4:12).  “Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik” (Tit. 2:7a). Ia menasehati Timotius untuk memperlihatkan keteladanan kesabaran dalam mengajar (2Tim. 4:2).
            Model pembelajaran dengan pendekatan keteladanan mempunyai pengaruh yang sangat besar.  Mary Go Setiawani mengatakan, “Cara mengajar yang efektif adalah menjadikan diri sendiri sebagai teladan hidup untuk menyampaikan kebenaran, dan itu merupakan cara yang paling berpengaruh, kewibawaan seseorang terletak pada keselarasan antara teori dan praktek.”[24]  Hal yang sama dikemukakan oleh Derek J. Tidball bahwa sesungguhnya kuasa teladan masih tetap merupakan salah satu pengaruh yang paling kuat dalam kehidupan manusia.  Keteladanan moral dan rohani jauh lebih penting daripada kemampuan berkhotbah, kemampuan administrasi atau prestasi akademis.[25]  Pendekatan keteladanan menghendaki  satunya kata dan perbuatan.  Model pembelajaran dengan pendekatan keteladanan akan membuahkan hasil yang maksimal.  R.I Sarumpaet mengatakan, “Mendidik dengan memberi teladan akan lebih berhasil daripada memberitahukan segala peraturan dan nasehat tanpa contoh.”[26] B.S. Sijabat mengatakan bahwa guru yang menjadikan dirinya sebagai teladan (model) dalam pertumbuhan akan menghasilkan kedewasaan rohani.[27]
            Model pembelajaran dengan pendekatan keteladanan yang diterapkan oleh Paulus sama seperti yang diterapkan oleh Yesus Kristus sebagai guru Agung.  Ia rela meninggalkan tahta kemuliaan-Nya (Fil. 2:7).  Ia membasuh kaki murid-murid-Nya (Yoh:13:1-17).  Ia memberikan hidupnya sampai mati di kayu salib.  Ia melakukan karya yang luar biasa bagi keselamatan umat manusia.  Ia mengajar dan memberi hidup sebagai model atau teladan yang sangat berpengaruh sampai saat ini.

Model Pembelajaran dengan Pendekatan Sosiologis
Model Pembelajaran ini, tidak diabaikan oleh Paulus dalam pembelajaran.  Ia tahu bahwa efektifitas pembelajaran akan lebih baik jika memperhatikan pendekatan sosiologis.  Paulus menegaskan bahwa Allah memanggil orang-orang percaya menjadi komunitas (Yun.: ekklesia) untuk saling membangun, menasehati dan saling mengajar dalam rangka lebih mengenal serta mewartakan Injil Yesus Kristus sehingga bertumbuh menjadi dewasa bersama-sama (Kol. 3:15-16; Ef. 4:11-16).  Model pembelajaran ini berorientasi pada pembentukan dan pengembangan relasi antara peserta didik dan sesamanya ataupun dengan lingkungan sosial budayanya.  Dalam hal ini konteks sosial menjadi sumber pembelajaran dan guru bukan sebagai nara sumber yang utama.  Beriteraksi dalam kelompok pembelajar ini dapat membenatu perubahan hidup peserta didik.  Jadi bukan banyaknya pengetahuan yang diterima oleh peserta didik serta ketajaman intelektual yang ditekankan melainkan kemampuan hidup bermasyarakat  (to live together).[28]
            Model pembelajaran dengan pendekatan sosiologis ini telah banyak diteliti dalam rangka pengetesan keberlakuannya.  David serta Robert Johnson dan kawan-kawan (1974, 1981), juga Robert Shevin (1983) telah bekerja sama dengan para guru untuk mengkaji kemanfaatan dari penggunaan cooperative rewards.  Hasilnya cukup meyakinkan, ternyata belajar bersama dapat membantu berbagai proses belajar.[29]
Model Pembelajaran dengan Pendekatan Sosiologis, tidak hanya menekankan kebersamaan dalam lingkungan sosial tetapi juga memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial.   Itulah sebabnya Paulus mengingatkan Timotius supaya perempuan tidak diijinkan mengajar dan memerintah laki-laki (1 Tim. 2:12) karena alasan kultural dan sosiologis.  B.S. Sijabat mengatakan, “Mungkin sekali pada masa itu kalau perempuan tampil dan mengajari laki-laki, kebiasaan itu dianggap mengikuti keagamaan di kuil Artemis.  Sebagai seorang Yahudi Paulus melihat bahwa tugas mengajar lebih dapat dilakukan oleh laki-laki.”[30]


Model Pembelajaran dengan pendekatan Team Teaching. 
Model Pembelajaran orang dewasa dengan pendekatan Team Teaching dipraktekkan oleh Paulus dalam pelayanannya.  Ia memberitakan Injil dan mengajar bersama-sama dengan Barnabas dengan rajin (Kis. 11:25-26).  Dalam perjalanan misionaris yang kedua ia memberitakan Injil dan mengajar bersama-sama dengan Silas dan Timotius (Kis. 16:1-40).  Ia juga menghimbau Timotius agar mengajar bersama-sama dengan orang-orang yang cakap mengajar (2Tim. 2:2).
Model Pembelajaran dengan pendekatan Team Teaching ini diharapkan dapat membangun hubungan kerja sama yang baik baik dengan dengan rekan-rekan sejawat.  Guru yang mampu bekerja bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan pada pembelajaran siswa.[31]

Model Pembelajaran dengan pendekatan Kuasa
Model Pembelajaran dengan pendekatan kuasa adalah model pembelajaran yang mengandalkan otoritas atau kuasa Ilahi.   Contoh pendekatan ini ialah Rasul Petrus meyembuhkan orang lumpuh (Kis. 3:1-10).  Peristiwa Ananias dan Safira (Kis. 5:1-11). Yakobus dan Petrus dilepaskan dari penjara (Kis. 12:1-19).  Rasul Paulus dalam pelayanan di Efesus tentang anak-anak Skewa (Kis. 19:1-12).  Paulus juga menyadari bahwa dalam kegiatan mengajar selalu terjadi peperangan rohani dengan kuasa-kuasa dunia yang tidak kelihatan oleh mata (Ef. 6:11-12)
Tugas mengajar merupakan kegiatan untuk menolong orang supaya terlepas dari belenggu ilah zaman yang membutahkan segi-segi dan kemampuan rohani mereka (1Kor. 4:4).  Oleh karena itu Paulus sungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan, berdoa dalam Roh dan meminta komunitas jemaat untuk mendoakannya (Ef. 6: 18-20; Kol. 4:2-3).
Rasul Paulus sebagai pemberita Injil, rasul dan pengajar, ia memohon agar orang lain mendoakannya.  Ia yakin bahwamelaui doa yang sungguh-sungguh dan tekun kuasa Allah akan dinyatakan (Kol. 4:2-3).  Dengan demikian isi pengajaran menjadi jelas, terarah, dan bermakna.  Paulus tidak ingin kegiatan mengajarnya semata-mata membuat orang senang atau gembira oleh kecakapan berbicara, tetapi hampa dan tidak memancarkan kuasa.[32]
Dalam pelayanan rasul-rasul dalam pendidikan orang dewasa Peranan Roh Kudus dalam diri seorang pendidik itu sangat penting.  Apabila seseorang sungguh-sungguh dipakai Tuhan dalam mewartakan Sabda-Nya, ia juga dituntut untuk terbuka terhadap bimbingan dan dorongan Roh Kudus, sehingga apa yang disampaikannya sangat berguna bagi keselamatan umat dan juga untuk perluasan Kerajaan Allah di dunia ini. Dalam pengajaran dan pewartaan Sabda Allah pertama-tama harus bergantung kepada rahmat dan kuasa Roh Kudus. Jikalau memperhatikan Kisah Para Rasul 2:3, Petrus berbicara dalam nama Yesus dan dipenuhi oleh kuasa Roh Kudus. Petrus bukan seorang yang pandai, bukan juga seorang yang berpendidikan tinggi. Dia adalah seorang nelayan yang sederhana, tetapi karena dikuasai Roh Kudus, Petrus  mampu dan pengajarannya penuh kuasa sehingga banyak orang menerima Yesus sebagi Tuhan dan penyelamat dan memberi diri untuk dibaptis. Orang yang mengajar karena dipenuhi oleh kuasa Roh Kudus dan disertai dengan karisma akan menyentuh hati banyak orang dan juga membuat orang bisa bertobat. Akan tetapi, pengajaran yang hanya mengandalkan pengetahuan belaka saja terkadang tidak membawa orang kepada pertobatan dan seringkali para pendengar hanya mengagumi akan kemampuan dan pengetahuan dari si pengajar.[33]
Presiden Harold B. Lee berkata: "Pemanggilan seorang pengajar injil adalah salah satu yang termulia di dunia. Pengajar yang baik dapat mengilhami anak lelaki, anak perempuan, pria dan wanita dewasa untuk mengubah kehidupan mereka dan mencapai tempat tujuan tertinggi mereka. Kepentingan seorang pengajar diterangkan dengan indah oleh Daniel Webster sewaktu dia mengatakan :  'Jika kita mengukir batu pualam, dia akan musnah, jika kita mengukir kuningan, waktu akan menghapusnya, tetapi jika kita mengukir di atas pikiran kekal, jika kita mengilhami mereka dengan asas-asas dan takut akan Allah dan kasih akan sesama kita, sebenarnya kita mengukir loh batu yang dapat menerangi seluruh kekekalan.  Saya bersaksi bahwa ini adalah pekerjaan Allah. Dan bahwa kita adalah para hamba-Nya dengan tanggung jawab kudus dalam mengajarkan injil Yesus Kristus, pesan terbesar sepanjang masa. Kita membutuhkan lebih banyak pengajar untuk mengimbangi pesan itu. Saya berdoa bahwa kita akan menjadi pengajar injil yang istimewa, dalam nama Yesus Kristus.[34]
Peranan Roh Kudus  sangat penting dalam pengajaran gereja. Roy B. Zuck menulis tentang peran utama Roh Kudus dalam kehidupan murid-murid, yang tidak dapat dilakukan oleh seorang guru jika bergantung pada kemampuannya sendiri:
. . . the Spirit makes the Word of God effectual in the students’ lives. Bible knowledge and comprehension of spiritual truths, essential as they are, do not of themselves guarantee spiritual change and growth. Not all who hear the Word believe or respond (John 10:25; 12:47-48; Acts 7:57-59; 17:5, 32). As the Word of God regenerates (Ps. 19:7; Rom. 10:17; James 1:18; 1 Peter 1:23), the Holy Spirit must be on hand to remove spiritual blindness and give eternal life (John 3:5-7; Titus 3:5).[35]
Efektivitas pengajaran tidak dapat bertumpu pada kemampuan guru semata. Tuhan Yesus pada waktu memberitakan datangnya Roh Kudus menyatakan, “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran” (Yoh. 16:13a). Kebenaran tidak dapat dimiliki oleh guru dengan bergantung pada keahliannya meneliti dan menafsirkan Alkitab. Jika guru saja tidak mempunyai kemampuan yang sedemikian, apalagi muridnya.[36]  Efektivitas tidak saja bergantung pada kemampuan menyerap kebenaran, tetapi juga kondisi lingkungan yang kondusif bagi berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Lingkungan kondusif yang dimasud bukan semata-mata pada kondisi lahiriah dari tempat pembelajaran, akan tetapi atmosfer yang aman bagi terjalinnya keterbukaan di antara individu yang terlibat dalam pembelajaran. Kondisi yang demikian tidak lepas dari pekerjaan Roh Kudus.
Dalam proses belajar, sangat dibutuhkan tentang kuasa Roh Kudus yang berdaulat menggunakan setiap metode mengubah seseorang.  E.G. Homringhausen & I.H. Enklaar mengatakan, “Kepercayaan tidak diberi langsung dari sorga melainkan melalui orang-orang yang dipilih dan ditentukan oleh Roh Kudus supaya menjadi pengantara bagiNya.[37] Jadi Roh Kudus bekerja melalui hamba-hambaNya untuk menuntun seseorang menjadi percaya.  Seperti yang dikatakan oleh Rick Joyner bahwa dalam proses belajar, Roh Kudus bekerja menancapkan akar mereka lebih dalam ke dalam Firman yang tertulis.[38]
Pelbagai macam metode mengajar yang kreatif, wacana mengenai perkembangan proses belajar mengajar, pengenalan akan kondisi dan kebutuhan murid, perlengkapan-perlengkapan mengajar yang menarik, penataan kelas yang indah dan pernik-pernik lainnya merupakan alat bantu yang berguna di tangan seorang guru dalam menghasilkan rancangan pengajaran yang akan menarik perhatian murid. Lawson mengatakan “When teachers sense their students are not intrinsically motivated to learn the material at hand, they should take every appropriate measure to motivate the student extrinsically.”[39]
            Ketika seorang guru memulai proses belajar mengajar dengan doa yang sungguh-sungguh dan ketergantungan sepenuhnya kepada Roh Kudus maka Roh Kusus akan berkarya secara ajaib.  Seperti yang dikatakan oleh Estep dan kawan-kawannya, “The holy Spirit revels in a vessel that is open to being used. Teacher that began the lesson preparation in prayer, confessing sin and acknowledging their dependency on the Holy Spirit for guidence, begin with the righ attitude.  Teacher who serve under leadership of the Holy Spirit experience more robust lessons and spiritual fruit from their teaching.”[40]
            Guru dalam proses belajar mengajar harus mengakui bahwa Roh Kudus adalah pembimbing.  Orang percaya diperintahkan untuk hidup dan dipimpin oleh Roh (Gal. 5:16, 25).  Di satu pihak hal ini akan memungkinkan orang percaya untuk tidak menuruti keinginan daging dan pihak lain.  Roh Kudus melaksanakn tindakan disiplin (Kis. 5:9), memberi pengarahan (Kis. 8:29), menugaskan (Kis. 13: 2), mengambil keputusan (15:28) serta melarang (Kis. 16:6-7).[41]


BAB V
 PENUTUP
            Landasan Alkitabiah dan thelogia pendidikan orang dewasa  dalam Perjanjian Lama terletak pada Kuasa, Kemahatahuan, Kekudusan dan Kedaulatan Allah sebagaimana diimani oleh bapa leluhur Abraham, Ishak dan Yakub.  Sebagai orang dewasa mereka meneruskan hal itu dari genarasi-ke generasi sampai membentuk suatu bangsa yang besar.  Iman yang tulus kepada  Kekuasaan, Kemahatahuan, Kekudusan dan Kedaulatan Allah diteruskan oleh Musa, Kaum Imam, Para nabi, Kaum bijaksana, Kaum penyair dan orang tua dalam keluarga.   Mereka terus mengajarkan bahwa bahwa seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah dan orang dewasa pada dasarnya dituntun untuk memusatkan penyembahan kepada Allah yang benar.
            Landasan Alkitabiah dan theologia pendidikan dewasa dalam Perjanjian Baru difokuskan pada pribadi Yesus Kristus.  Yesus adalah pusat dan landasan yang kokoh dalam pendidikan dewasa.  Rasul-rasul yang lain menjadikan Yesus sebagai pusat.  Sasaran Pendidikan Orang Dewasa bagi rasul-rasul  ialah kedewasaan penuh, anugerah dan iman kepada kepada Yesus Kristus.  Rasul-rasul  mengajarkan tentang Yesus kepada orang dewasa dengan berbagai pendekatan seperti dialogis, individual, teologis, keteladanan, sosiologis, team teaching dan kuasa.
            Efektifitas pengajaran orang dewasa tidak hanya terletak pada kompetensi guru tetapi juga pada pimpinan Roh Kudus.  Roh Kudus dalam pendidikan orang dewasa berperan sebagai penolong, pemberi kuasa dan penggerak pada kayakinan.
           


KEPUSTAKAAN
Antone Hope S., Pendidikan Kristiani KontekstualJakarta: BPK, 2010.
Arends,  Richard I.,  Learning To TeachYogyakarta: Pustaka Belajar, 2008.
Clark, Robert E., Lin Johnson, Allyn K. Sloat,  The Holy Spirit in Education” dalam Christian Education: Foundations for the Future.  Chicago: Moody, 1991.
Danim, Sudarwan,  Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi. Bandung: Alfabeta, 2010.

Ensiklopedi Alkitab, Jilid I.  Jakarta: Komunikasi Bina Kasih, 2001.
Estep, James R, Michael J. Anthony & Gregg R. Allison.  A Theology for Christian Aducation. Tennessee: Publishing Grouf, 2008.
Homringhausen,  E.G. & I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen.  Jakarta: BPK, 2008.
http://alkitab.sabda.org/article.php?id=8427
http://bkputrawan.blogspot.com/2009/09/perjanjian-lama-dalam-pak.html
http://books.google.co.id/books?id=AqSPg43YAVwC&pg=PA111&lpg=PA111&dq=pengajaran+kaum+bijaksana&source=bl&ots=NCoiGsDpVp&sig=C8pkgyWdt-Az16dN4EXqXUY8GRk&hl=id&sa=X&ei=KT-LT7rnH4msrAeF8cGxCw&ved=0CBsQ6AEwAA#v=onepage&q=pengajaran%20kaum%20bijaksana&f=false
http://dc99.4shared.com/doc/Kx2BWTaw/preview.html
http://khotbahgereja.wordpress.com/2010/10/08/kejadian-30-1-24-keluarga-yakub/
http://lds.org/conference/talk/display/0,5232,23-11-45-29,00.html.
http://www.carmelia.net/index.php?option=com_content&view=article&id=904:pengajaran-sebagai-salah-satu-bentuk-karisma&catid=44:karismatik.
http://www.sabda.org/pepak/book/export/html/2456.
http://www.sarapanpagi.org/kepemimpinan-imam-vt959.html
Joyner, Rick.   50 Renungan untuk membangun Visi Anda.  Jakarta: Metanoia Publishing, 2007.
Lase Sudirman, Pendidikan Agama Kristen Kepada Orang Dewasa.  Medan, Mitra Medan, 2011.
Lawson,  Michael S. “Biblical Foundations for a Philosophy of Teaching” dalam The Christian Educator’s Handbook on Teaching.  Grand Rapids: Baker, 1988.
Lolongan, Trempel.  Bagaimana Menganalisa Kitab Mazmur.  (Malang: SAAT, 2000).
Lunandi, A.G., Pendidikan Orang Dewasa.   Jakarta: Gramedia, 1987.

Nuhamara, Daniel.  PAK Dewasa.  Bandung: Jurnal Info Media, 2008.

Pazmino. Robert  W., God Our TeacherMichigan: Baker Academic, 2002.  
Pontuluran,  Aris.  Identitas dan Ciri Khas Pendidikan Kristen di Indonesia.  Jakarta: BPK, 2000.
Sarumpaet,  R.I. Rahasia Mendidik Anak.  Bandung: Indonesia Publishing Haouse, 2003.
Setiawani.   Mary Go, Pembaharuan Mengajar.  Bandung: Kalam Hidup, n.d.
Sijabat, B.S. Teologi Pendidikan Kristen: Sebuah Pemikiran AwalMakalah Teologi Pendidikan Kristen, STBI, 2010.
Sijabat, B.S., Mengajar Secara ProfesionalBandung: Kalam Hidup, 2009.
Tairas,  Mareyke, Adult Education,  Semarang: STBI, n.d.

Thiessen, Hendry C., Teologi Sistimatika.  Malang: Gandum Mas, 1992.
Tidball.   Derek J., Teologi Penggembalaan.  Malang: Gandum Mas, 1995.
ttp://bkputrawan.blogspot.com/2009/09/perjanjian-lama-dalam-pak.html.
Wells.  David F., Hilangnya Kebajikan Kita.  Surabaya: Momentum, 2005.
Winataputra, Udin S. Mengajar di Perguruan Tinggi, Model-model Pembelajaran Inovatif.  Jakarta: PAU-PPAI-UT, 2005.



[1]Sudirman Lase, Pendidikan Agama Kristen Kepada Orang Dewasa ((Medan, Mitra Medan, 2011), 2-3.
[2]A.G. Lunandi, Pendidikan Orang Dewasa  (Jakarta: Gramedia, 1987), 1.
[3]Sudirman Danim,  Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi,  (Bandung: Alfabeta, 2010), 131.
[4]Mareyke Tairas, Adult Education, lampiran Unit I  (Semarang: STBI, n.d.), 1.
[5]Sudirman Lase, Pendidikan Agama Kristen Kepada Orang Dewasa, (Medan, Mitra Medan, 2011), 28-41.
[6]Mareyke Tairas, Adult Education, Lampiran Unit I  (Semarang: STBI, n.d.), 1.

[7]A.G. Lunandi, Pendidikan Orang Dewasa (Jakarta: Gramedia, 1987), 1.
[8]Ibid.
[9]Ensiklopedi Alkitab, Jilid I (Jakarta: Komunikasi Bina Kasih, 2001), 6,7.
[10]Sudirman Lase, Pendidikan Agama Kristen Kepada Orang Dewasa, (Medan, Mitra Medan, 2011), 19.
[11]Ensiklopedi Alkitab, Jilid I (Jakarta: Komunikasi Bina Kasih, 2001), 445.

[12]http://khotbahgereja.wordpress.com/2010/10/08/kejadian-30-1-24-keluarga-yakub/
[13]http://www.sarapanpagi.org/kepemimpinan-imam-vt959.html
[14]http://bkputrawan.blogspot.com/2009/09/perjanjian-lama-dalam-pak.html
[15]Trempel Longman III, Bagaimana Menganalisa Kitab Mazmur (Malang: SAAT, 2000), 5.
[16]http://alkitab.sabda.org/article.php?id=8427
[17]http://books.google.co.id/books?id=AqSPg43YAVwC&pg=PA111&lpg=PA111&dq=pengajaran+kaum+bijaksana&source=bl&ots=NCoiGsDpVp&sig=C8pkgyWdt-Az16dN4EXqXUY8GRk&hl=id&sa=X&ei=KT-LT7rnH4msrAeF8cGxCw&ved=0CBsQ6AEwAA#v=onepage&q=pengajaran%20kaum%20bijaksana&f=false
[18]http://dc99.4shared.com/doc/Kx2BWTaw/preview.html
[19]Hope S. Antone, Pendidikan Kristiani Kontekstual (Jakarta: BPK, 2010), 93.
[20]B.S. Sijabat, Mengajar Secara Profesional  (Bandung: Kalam Hidup, 2009), 55.
[21]Robert  W. Pazmino, God Our Teacher (Michigan: Baker Academic, 2002), 81.  
[22]B.S. Sijabat, Mengajar Secara Profesional  (Bandung: Kalam Hidup, 2009), 273-274.
[23]David F. Wells, Hilangnya Kebajikan Kita (Surabaya: Momentum, 2005), 5.
[24]Mary Go Setiawani, Pembaharuan Mengajar (Bandung: Kalam Hidup, n.d), 79.
[25]Derek J. Tidball, Teologi Penggembalaan (Malang: Gandum Mas, 1995), 125.
[26]R.I.Sarumpaet, Rahasia Mendidik Anak (Bandung: Indonesia Publishing Haouse, 2003), 56.
[27]B.S. Sijabat, Teologi Pendidikan Kristen: Sebuah Pemikiran Awal (Makalah Teologi Pendidikan Kristen, STBI, 2010), 18.
[28]B.S. Sijabat, Mengajar Secara Profesional (Bandung: Kalam Hidup, 2009), 271
[29]Udin S. Winataputra,  Mengajar di Perguruan Tinggi, Model-model Pembelajaran Inovatif  (Jakarta: PAU-PPAI-UT, 2005), 6.
[30]B.S. Sijabat, Mengajar Secara Profesional (Bandung: Kalam Hidup, 2009), 55.
[31]Richard I. Arends,  Learning To Teach  (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), 155.
[32]B.S. Sijabat, Mengajar Secara Profesional (Bandung: Kalam Hidup, 2009), 56-57.
[33]http://www.carmelia.net/index.php?option=com_content&view=article&id=904:pengajaran-sebagai-salah-satu-bentuk-karisma&catid=44:karismatik.
[34]http://lds.org/conference/talk/display/0,5232,23-11-45-29,00.html.
[35]Robert E. Clark, Lin Johnson, Allyn K. Sloat,  The Holy Spirit in Education” dalam Christian Education: Foundations for the Future (Chicago: Moody, 1991), 33.
[36]James R Estep, Michael J. Anthony & Gregg R. Allison.  A Theology for Christian Aducation (Tennessee: Publishing Grouf, 2008), 161.
[37] E.G. Homringhausen & I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK, 2008), 73-74.
[38]Rick Joyner, 50 Renungan untuk membangun Visi Anda  (Jakarta: Metanoia Publishing, 2007),3.
[39]Michael S. Lawson, “Biblical Foundations for a Philosophy of Teaching” dalam The
Christian Educator’s Handbook on Teaching (Grand Rapids: Baker, 1988) 68.
[40] James R. Estep, Michael J. Anthony & Gregg R. Lllison, A Theology for Christian Education (Tennessee: Publishing Grouf, 2008), 161.
[41] Hendry C. Thiessen, Teologi Sistimatika (Malang: Gandum Mas, 1992), 388.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Problematika hermeneutik

Problematikan Hermaneutik Bab I: Pendahuluan             Alkitab tidak langsung dimulai sebagai sebuah kitab besar, lengkap dengan semua kitab yang sekarang ada dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.  Alkitab bertumbuh sebagai bagian dari proses seleksi yang disebut kanonisasi.  Kata Yunani kanon berarti “tongkat pengukur” yang biasa dipakai tukang bangunan.  Mula-mula para pemimpin gereja perdana memakai kata kanon dalam arti standar atau ukuran.  Para pemimpin gereja perdana menjalankan sebuah proses guna memutuskan kitab mana saja yang termasuk kitab suci dan berwibawa mengikat umat Allah.  Kitab suci yang berwibawa mengikat umat Allah ini perlu disampaikan dan dipahami secara tepat oleh manusia.  Pemahaman secara tepat oleh manusia membutuhkan penafsiran.              Penafsiran berasal dari kata Yunani   ermeneuw yang ber...