PENDIDIKAN ORANG DEWASA
Simon Runtung
BAB
I
PENDAHULUAN
Pendidikan Agama Kristen merupakan
bagian integral dari misi Tuhan Yesus yang tumbuh yang tumbuh dan berakar dalam
Firman Tuhan. Firman Tuhan yang hidup
ini perlu ditumbuhkembangkan dalam kehidupan setiap orang baik yang sudah
percaya Kepada Kristus maupun yang belum percaya, mulai dari anak-anak,
remaja/pemuda dan orang dewasa.
Pendidikan Kristen untuk orang
dewasa (Christian Education for Adult)
pada intinya lebih banyak ke arah pewarisan iman dan perbendaharaan Kristen
lainnya, agar diterapkan dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama kepada orang dewasa
merupakan usaha yang sengaja dari Gereja di bawah pimpinan Roh Kudus untuk
membuka kesempatan belajar kepada orang dewasa sehingga mereka dapat melayani
Tuhan sesuai dengan bakat dan minat pribadi, kebutuhan keluarga, gereja, masyarakat
umum dan dunia sekitarnya.
Pendidikan Agama Kristen kepada
orang dewasa merupakan bagian dari usaha untuk menumbuhkan kesadaran orang
dewasa dalam tugas dan tanggung jawab yang perlu dilakukan. Dalam keluarga, orang dewasa adalah pendidik,
dalam gereja orang dewasa adalah pengambil keputusan. Dalam masyarakat orang dewasa setiap hari menghadapi berbagai dilema sebagai garam di
tengah-tengah kebusukan dan terang di tengah-tengah kegelapan.[1] Untuk memahami tentang pendidikan dewasa (Adult Education) dibutuhkan landasan
Alkitab dan Theologia pendidikan Dewasa. Untuk itu dalam tulisan ini akan dibahas
tentang Landasan Alkitab dan Theologia pendidikan dewasa dalam Perjanjian Lama
dan Landasan Alkitab dan Theologia pendidikan dewasa dalam Perjanjian Baru.
BAB
II
PENDIDIKAN
ORANG DEWASA
Berbicara tentang Pendidikan Orang
Dewasa mengandung banyak pertanyaan seperti bagaimana ruang lingkup Pendidikan
Orang Dewasa dan apakah yang dimaksud Pendidikan Orang Dewasa? Oleh karena itu akan dibahas dalam bab ini
ruang lingkup pendidikan orang dewasa dan pengertian pendidikan orang dewasa.
A.
Ruang
Lingkup Pendidikan Orang Dewasa
Ruang lingkup
Pendidikan Orang Dewasa secara umum mencakup hal yang sangat luas. Pendidikan Orang dewasa meliputi segala
bentuk pengalaman belajar orang dewasa, baik pria maupun wanita sesuai dengan
bidang perhatian dan kemampuannya masing-masing.[2] Sudarwan Danim memberikan gambaran tentang
lingkup Pendidikan Orang Dewasa atau Andragogi berlaku bagi segala bentuk
pembelajaran orang dewasa dan telah digunakan secara luas dalam rancangan
program pelatihan organisasi, khususnya untuk
domain keterampilan lunak (soft skill), seperti pengembangan manajemen,
seni mengajar orang dewasa yang berlaku di semua tempat, ketika peserta didik
atau warga belajarnya menunjukkan tanda-tanda kedewasaan yang baik. Dengan demikian pendidikan orang dewasa
berlaku di ruang kursus, pelatihan, pembekalan, pembimbingan khusus, bimbingan
professional, pemberantasan buta aksara, dan keaksaraan fungsional.[3]
Ruang lingkup
Pendidikan orang dewasa dalam konteks Pendidikan Agama Kristen (PAK) juga masih
mencakup hal yang sangat luas. Dari segi
umur, Pendidikan orang dewasa meliputi dewasa muda (18-29 thn), dewasa tengah (30-64
thn) dan dewasa tua (65 thn ke atas).[4] Selain itu dari segi wilayah pelaksanaan pendidikan
orang dewasa mencakup Pendidikan Orang dewasa dalam keluarga, pendidikan orang
dewasa dalam sekolah dan pendidikan orang dewasa dalam gereja.[5]
B.
Pengertian
Pendidikan Orang Dewasa
Dalam Pendidikan
Agama Kristen dikenal Pendidikan Agama Kristen untuk Orang Dewasa (Christian Education for Adult). Pengertian pendidikan orang dewasa bukan
hanya sekedar menambah pengetahuan yang sederhana saja akan tetapi meliputi
semua aspek kehidupan yang diperlukan oleh seluruh masyarakat orang dewasa.[6] A.G. Lunandi mengatakan, “Pendidikan
orang dewasa meliputi segala bentuk pengalaman belajar yang dibutuhkan oleh
orang dewasa, pria maupun wanita, sesuai dengan bidang perhatiannya dan
kemampuannya.”[7]
Batasan yang
direkomendasikan oleh UNESCO dapat diterjemahkan sebagai berikut: Istilah Pendidikan Orang Dewasa adalah
keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, apapun isi, tingkatan dan
metodanya, baik formal maupun non formal,
yang melanjutkan maupun menggatikan pendidikan semula
di sekolah dan universitas serta latihan kerja,
yang membuat orang yang dianggap dewasa oleh mesyarakat mengembangkan
kemampuannya, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi tehnis atau
profesionalismenya, dan mengakibatkan perubahan dalam sikap dan perilakunya
dalam perspektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan pertisipasi dalam
perkembangan sosial, ekonomi dan budaya yang seimbang dan bebas.[8]
BAB
III
PENDIDIKAN
DEWASA ORANG DEWASA
DALAM
PERJANJIAN LAMA
Pendidikan Orang
Dewasa dalam Perjanjian Lama dapat dilihat atau ditelusuri dari kitab torat dan kitab para nabi, tokoh-tokoh/pelaku pendidikan dalam
Perjanjian Lama. Adapun
tokoh-tokoh/pelaku pendidikan yang akan dibahas dalam tulisan ini ialah
Abraham, Ishak, Yakub, Musa, Para Imam, para nabi, kaum bijaksana, kaum penyair
dan orang tua dalam keluarga.
A.
Torat
dan Pendidikan Orang Dewasa
Pendidikan orang
Dewasa dalam Perjanjian Lama dapat dilihat dari
tokoh-tokoh/pelaku pendidikan dalam Perjanjian Lama. Adapun tokoh-tokoh/pelaku
pendidikan orang dewasa dalam perjanjian Lama yang akan dibahas dalam tulisan
ini ialah Abraham, Ishak, Yakub, Musa, Para Imam, kaum bijaksana, kaum penyair
dan orang tua dalam keluarga.
Abraham dan Pendidikan
Orang Dewasa
Dalam Alkitab
khususnya Perjanjian Lama, dasar utama dari perkembangan Pendidikan Agama lebih
terpokus pada sejarah bangsa Israel itu sendiri (Abraham, Ishak dan
Yakub). Sejarah bangsa itu berawal
ketika Abraham dipanggil oleh Allah dan penerapannya dilakukan ketika bangsa
itu menjadi besar yakni: ketika
menjalani masa-masa yang sangat memprihatinkan ketika keluar dari Mesir.
Allah memanggil
Abraham untuk menjadi bapa leluhur dari bangsa pilihan-Nya (Kej. 12) dan dia
menjawab melalui imannya. Ketika Abraham
menjadi bapa leluhur dari bangsa pilihan Allah maka dia bukan saja sebagai
orang beriman yang merupakan perantara antara Tuhan dengan umat-Nya, tetapi
juga menjadi guru yang mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Tuhan yang mulia
itu dengan segala janji Tuhan yang membawa berkat kepada Israel secara turun
temurun.
Abraham
menyatakan kepercayaan kepada Tuhan Yang Mahakuasa (Kej. 17:1), yang kekal
(21:33), yang Mahatinggi (Kej. 14:22), yang empunya (Tuhan) langit dan bumi
(14:22; 24:3), dan hakim yang adil di antara segala bangsa (Kej. 15:14) dan
segenap umat manusia (Kej. 18:25).
Keyakinan Abraham bahwa Tuhan adalah adil (Kej. 18:25), bijaksana (Kej.
20:6), benar dan adil ((Kej. 18:19), murah hati (Kej. 19:19) dan pengampun
(Kej. 20:6). Abraham menerima hukuman
Tuhan yang dijatuhkan atas dosa (Kej. 20:11) namun ia berbicara dengan Tuhan
demi kepentingan Ismael (Kej. 17:20) dan Lot yang berdosa (Kej.18:27-33). Abraham berhubungan dengan Allah dalam
persekutuan yang akrab (Kej. 18:33; 48:15) dan dianugerahi Tuhan wahyu khusus
dalam bentuk penglihatan (Kej.15:1) dan Tuhan berkenan mengunjunginya dalam
dalam wujud media manusiawi (Kej. 18:1) atau malaekat (Kej. 22:11,15). Abraham beribadah kepada Tuhan dan memanggil
Tuhan dengan Nama Tuhan (Kej.13:4) dan mendirikan mezbah untuk tujuan ini (Kej.
12:8; 13:4,18). Monoteismenya jelas
bertentangan dengan politeisme nenek moyangnya (Yos. 24:2).
Pendidikan Orang
dewasa didasarkan pada iman Abraham.
Iman Abraham mungkin paling menyolok dalam hal ketaatan dan kesiapan
melakukan apapun perintah Allah. Karena
iman ia meninggalkan Ur-Kasdim (Kej. 11:31; 15:7) demikian juga ia dipimpin
meninggalkan Haran (kej. 12:1,4). Karena
iman ia menerima kehidupan setengah mengembara kendati negeri Kanaan telah
dijanjikan kepadanya (Kej. 13:15). Ia mengalami
hanya sebagian dari keseluruhan penggenapan perjanjian itu yakni menempati
sebidang tanah kecil di Makhpela dan memperoleh hak di dekat Bersyeba. Pencobaan paling berat atas imannya, yakni
diminta mengorbankan Ishak putra kandung satu-satunya yang dijanjikan untuk
penggenapan perjanjian seutuhnya. Imannya
dialaskan pada kepercayaan akan kekuasaan Tuhan, bila perlu untuk membangkitkan
anaknya dari antara orang mati (Kej. 22:12).
Sebagai orang dewasa, Abraham bertanggung jawab mewariskan imannya
kepada kepada generasinya.
Terhadap
keluarganya sendiri ia menunjukkan kasih sayang yang tulus dan mendalam. Ia diakui sebagai orang yang berhasil membina
dan menuntun anak-anaknya dan keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan
yang ditunjukkan Tuhan, dengan menerapkan kebenaran dan keadilan
(Kej.18:19). Hambanya Elieaser dan sekutunya
di Memre memenuhi perintah-perintahnya.
Abraham suka menjamu dan menghormati orang-orang yang tak dikenal (Kej.
21:8), sifatnya yang murah hati tanpa pamrih (Kej. 14:23), ia mempunyai pelayan
yang baik-baik (Kej 14:14), sanggup dan berani maju ke medan perang melawan
kejahatan (Kej. 14:15). Selain iman
watak dan karakternya patut menjadi landasan dalam pendidikan dewasa.
Peristiwa yang
dianggap kelemahan dalam kehidupan Abraham selaku orang dewasa yang tidak patut
diteladani ialah kasus penipuan terhadap Firaun di Mesir dan Abimelekh dari
Gerar dengan meminta Sara sebagai adiknya demi menyelamatkan hidupnya sendiri
(Kej. 12:11-13; 20:2-11). Sementara
kasus ini dijadikan contoh bagaimana Alkitab menggambarkan
kekurangan-kekurangan bahkan para pahlawan yang besar, sifat sesungguhnya dari
peristiwa-peristiwa itu mungkin hingga kini belum terpahami sepenuhnya. Sebab Sara bukan tidak mungkin adik tiri
Abraham dan pernikahan antara saudara tiri adalah biasa pada zaman itu di Mesir
dan Asyur.[9] Alkitab mencatat tentang kekurangan dan
kelemahan dari Abraham supaya menjadi awasan dalam pendidikan dewasa.
Tuhan
telah memilih dan memanggil Abraham dari jauh untuk melayani kehendak-Nya yang
agung itu guna keselamatan seluruh umat manusia. Bimbingan dan maksud Tuhan itu perlu
dijelaskan kepada semua anak cucunya.[10]
Ishak dan Pendidikan
Orang Dewasa
Kekayaan
landasan Alkitabiah dan Theologia
pendidikan dewasa bukan hanya pada tokoh
Abrahan tetapi juga anaknya Ishak.
Selain kelahiran Ishak yang mempunyai makna penting bagi pendidikan
orang dewasa juga tentang pembentukan rumah tangga Ishak. Abraham bertanggung jawab terhadap benih
perjanjian itu sehingga masih berperan dalam pembentukan rumah tangga
Ishak. Abraham prihatin akan kelanjutan
benih yang dijanjikan itu, maka dia menuruh hambanya yang paling tua mengambil
seorang istri untuk Ishak dari negerinya sendiri, negeri Haran. Ribka anak gadis Betuel, ipar Abraham
ditunjuk menjadi calon pengantin wanita dan ia bersedia meninggalkan rumahnya
mengikuti hamba itu. Ishak menerima
Ribka dan membawanya ke kemah ibunya.
Ishak dan Ribka menikah dan cinta kasih mereka berkembang sebagai hasil
dari tindakan-tindakan Ishak yang cermat dan sopan (Kej. 24).
Dua puluh tahun lamanya
Ribka mandul. Kembali lagi nampak bahwa
benih yang dijanjikan itu tidak akan datang melului jalan keayahan alami biasa, melainkan melalui
kuasa kreatif ilahi yang super alami.
Kemandulan Ribka menyebabkan Ishak memohon kepada Allah, lalu Allah
memberi tahu Ribka, bahwa dua suku akan bertolak-tolakan dalam rahimnya (Kej.
25:21-26). Kedua anak ini, mewakili dua
bangsa, akan menempuh jalan saling bermusuhan.
Ishak sendiri akan tinggal sebagai musafir di negeri itu, daripada pergi
ke Mesir pada waktu bala kelaparan, ia tetap tinggal di Gerar. Sewaktu terjadi krisis, dia seperti Abraham
melindungi istrinya dengan jalan yang salah.
Setelah bertengkar dengan gembala-gembala di Gerar dia pindah ke
Bersyeba, dan akhirnya mengadakan perjanjian dengan Abimelehk. Pertentangan disusuli pertentangan terjadi
antara Ishak dan Ribka akibat ulah Yakub.
Karena ditipu, Ishak mengucapkan kelimpahan kesinambungan berkat
keayahan kepada Yakub dan mengucapkan kepada Esau suatu keinginan halus yang
bersifat nubuat. Sebelum meninggal,
Ishak menyatakan bahwa berkat akan datang melalui Yakub (Kej. 28:4). Ishak lanjut usia untuk melihat Yakub kembali
dan pada usia 180 tahun ia meninggal dan dikebumikan oleh anak-anaknya (Esau
dan Yakub).[11] Ishak meneruskan pelajaran yang penting itu
dan kemudian Yakub menanamkan segala perkara ini ke dalam batin anak-anaknya.
Yakub dan Pendidikan
Orang Dewasa
Dalam keluarga Yakub, banyak sekali ketidakwajaran. Awal cerita, Yakub menyukai Rahel dan ingin
menikahinya, tetapi pada waktu pesta pernikahan, Laban mertuanya tidak
memberikan Rahel untuk menjadi istrinya tetapi Lea kakaknya, Yakub marah
akhirnya Laban berjanji akan memberikan Rahel apabila Yakub bekerja lagi
padanya selama 7 tahun, dan Yakub menyetujuinya. Singkat cerita Yakub memiliki
2 istri, dalam pernikahan itu mulai timbul masalah, sebab Lea memiliki anak sedangkan Rahel
tidak, lalu Rahel dan Lea masing masing memberikan budaknya untuk mendapatkan anak-anak,
namun pada akhirnya Rahelpun mendapatkan anak dari rahimnya sendiri. Keluarga seperti ini jelas tidak menjadi
teladan tapi inilah realita hidup manusia berdosa yang penuh kelemahan dan
kekurangan.
Sebuah tafsiran mengatakan, zaman PL memang wajar bila terjadi hal
demikian, karena waktu itu tidak ada aturan yang jelas ditambah budaya jika
istri tidak punya anak, ia bisa memberikan budaknya untuk menikah dengan
suaminya. Alasan tersebut sebenarnya
tidak bisa diterima, sebab akan membenarkan orang yang berbuat dosa dengan
alasan kontekstual.
Latar belakang Yakub, seorang yang terkenal sebagai penipu,
ia menipu ayahnya dan Esau (melalui ide ibunya Ribka) untuk mendapatkan hak
kesulungan. Ada yang mengatakan yang
dilakukan Yakub sekalipun tidak benar tetapi untuk tujuan mulia, namun apapun
alasannya perbuatan Yakub tidak bisa dibenarkan, memang semua ada dalam
penetapan Allah tetapi tidak menghilangkan tanggung jawab manusia. Sebenarnya keluarga Yakub adalah keluarga
yang dipilih Allah yang merupakan janji Allah sendiri namun realitanya penuh
intrik dan cara-cara yang tidak Kristiani.
Yang dapat dipelajari dari
keluarga Yakub ialah Allah luar biasa,
DIA tetap memakai nama-nama yang penuh kelemahan ini untuk memperkenalkan
‘siapa diriNYA’ (Kel. 3: 15), TUHAN Allah nenek moyangmu, Allah Abraham,
Allah Ishak dan Allah Yakub. Abraham
banyak kelemahan, Ishak dan Yakub juga tidak menjadi teladan. Pilihan Allah
atas Yakub bukan karena dia lebih baik dari Esau, Allah memilih sebelum anak-anak dilahirkan, belum melakukan yang baik
atau yang jahat, bukan berdasarkan perbuatan. Inilah yang dinamakan ‘kedaulatan Allah’ yang
seharusnya menjadi berita bahagia bukan malapetaka, pilihan Allah berdasarkan
belas kasihNya, sebab jika Allah menuntut keadilan dan kesempurnaan pasti tidak
satupun manusia yang dapat dipilih.
Allah tidak kompromi dengan dosa. Pilihan Allah pada manusia yang berdosa
bukan berarti Allah suka dengan dosa, yang ditekankan disini semuanya only
by grace.[12] Pendidikan dewasa semuanya berpusat pada kuasa
kedaulatan Allah. Keturunan Yakub menyimpan pelajaran-pelajaran itu dalam
hatinya ke mana saja ia pergi, biarpun dalam pengasingan, sehingga pengetahuan
akan janji-janji Tuhan itu tetap terpelihara oleh bangsa Israel.
Musa dan Pendidikan
Orang Dewasa
Musa dipilih
pula oleh Tuhan untuk membebaskan umat-Nya dari penindasan. Musalah yang diangkat menjadi panglima dan
pemimpinnya, tetapi juga menjadi guru dan pemberi hukuman bagi mereka. Ketika Allah memanggil bapa leluhur bangsa
Israel, maka hubungan batin dengan Allah telah terikat. Dalam arti bahwa Allah langsung membimbing
dan mengarahkan mereka untuk memiliki kedewasaan baik dalam mendidik
anak-anaknya maupun kepada Allah. Iman dan mentalitas mereka akan dididik dan
sekaligus diuji oleh Allah sendiri.
Dari hasil
didikan itu lahirlah sebuah pendidikan
khusus dari sebuah bangsa yang sering disebut pendidikan agama Yahudi. Dalam ruang lingkup pendidikan Agama Yahudi
bukan hanya usaha sambilan saja yang hanya dilaksanakan pada salah satu sudut
kehidupan, melainkan bagian inti dari
kegiatan sehari-hari yang lasim dilakukan.
Untuk memenuhi syarat pendidikan yang diharapkan itu pada orang tua itu
sendiri wajib menjadi pelajar seumur hidup.
Meskipun dari
seorang sejarah Israel kuno nyata bahwa tugas mulia itu jarang sekali
dilaksanakan secara tuntas sesuai dengan yang tertuang dalam penglihatan mulia
tersebut, namun ia merupakan suatu patokan bagi keluarga Yahudi. Pendidikan
agama yang diterapkan kepada orang Yahudi hingga menjadi sebuah barang mahal di
dalam kehidupan orang Yahudi, supaya mereka dapat menjadi teladan dan panutan
bagi anak-anaknya sehingga mereka memiliki kedewasaan sekaligus melakukan yang
terbaik untuk Allah mereka.
Allah
menyatakan diriNya kepada umat-Nya melalui hamba-hamba-Nya untuk menyampaikan
berita pengharapan bagi umatNya.
Demikianlah Samuel mengatakan kepada Allah: “Berbicaralah sebab hambaMu
ini mendengar” (I Sem. 3:1).
Pendidikan agama
yang diberikan kepada orang dewasa bagi orang Yahudi, pada dasarnya untuk diberikan
sekaligus disampaikan kepada anak-anakNya.
Demikianlah Firman Tuhan: “Dengarlah hai orang Israel….. haruslah engkau
mengajarkannya kepada anak-anakmu….. dan harus engkau menuliskannya pada tiang
pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu” (Ul. 6:4-9). Pendidikan agama untuk orang dewasa bagi
orang Yahudi/Israel pada dasarnya terpokus pada diri Allah mereka yang
dinyatakan dalam sikap dan perbuatan dalam kehidupannya sehari-hari.
Dalam taurat
yang diberikan kepada Musa pada dasarnya sebagai dasar bagi umatnya dalam berbuat
baik, baik kepada sesama maupun kepada Allah dan taurat tersebut diberikan
untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika taurat itu tidak dilakukan atau dilanggar maka Tuhan memberikan
hukuman kepada mereka.
Dalam sejarah
yang kedua yakni katika mereka di Babel dalam pembuangan, kaum Yahudi/Israel
itu makin lama makin sadar akan amanat dan panggilan mereka, mereka banyak
mencurahkan perhatian kepada kitab-kitab suci bangsanya. Dibangunnyalah rumah sembanyang (bait Allah)
dan sekolah-sekolah agama, tempat diajarkannya kepada jemaat Yahudi itu segala
agama yang telah diserahkan nenek moyangnya berabad-abad lamanya. Dalam kebaktian hari Sabat di Sinagoge dibagi
atas 5 bagian yakni: Syema (dengarlah), Doa, Pembacaan Taurat, Pembacaan Nubuat,
Berkat.
Melalui
rumah ibadat tersebut dilakukan berbagai kegiatan kerohanian untuk mengajar
“orang dewasa”, maka mulailah didirikan “sekolah rumah ibadat” untuk mendidik
angkatan muda secara efektif. Pada zaman
Musa, para pendidik dan pengajar orang
dewasa bagi sebuah bangsa terletak di tangan:
Kaum Imam dan Pendidikan
Orang Dewasa
Imam (Inggris:
'priest'; Ibrani כהן
- KOHEN;
Yunani ιερευς - hiereus). Kata ini
berasal dari kata Yunani πρεσβυτερος - presbuteros, "tua",
"penatua", yang mempunyai tugas memimpin himpunan orang beriman.
Tetapi sekarang, kata ini sudah mewarisi arti kata Yunani 'hiereus' (dari ιερεος
- hieros, "kudus"). Di sini, kata ini dibahas dalam arti yang
terakhir itu. Baik dalam lingkungan kafir maupun dalam Perjanjian Lama (PL),
kata ini menunjukkan orang yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
kudus.[13]
Kaum Imam
merupakan orang yang melayani Allah dan jemaatNya melalui suatu sistim
pemberian kurban, yang mulai dikembangkan pada waktu para pengungsi dari Mesir
dididik di padang belantara Sinai, dengan jalan mengorbankan nyawa lembu,
kambing dan domba, para imam menarik perhatian umatnya yang pada kenyataannya
dosa sebagai kenyataan yang memisahkan manusia dari Tuhan yang kudus.
Kaum imam menonjol
dalam Pentateukh berkaitan dengan Musa dan Harun (Kel. 2:1-10; 6:16-27). Setelah Harun memimpin umat Israel murtad
dengan penyembahan anak lembu emas (Kel. 32:25), para putra Lewi menuntut
kehormatan terhadap Allah dengan menghukum banyak orang fasik. Salah satu bagian dari pernyataan kesetiaan
kterhadap Allah itu, mungkin juga dapat diartikan sebagai menerangkan tanggung
jawab yang disumbangkan suku itu, dalam perundang-undangan Pentaeukh.
Para golongan
Lewi dalam pelayanan di kemah suci yang jelas dirinci dalam bilangan telah
didahukui dalam bilangan telah didahului dalam dalam Kel.38:21, di mana mereka
bekerja sama membangun kemah suci di bawah pengawasan putra Harun ,
Itamar. Dalam perangkat hukum yang
mempersiapkan bangsa itu memulai perjalanan di padang gurun, Allah memisahkan
suku Lewi dari suku-suku lainnya dan ditugasi mengawasi, membongkar, mengangkut
dan mendirikan kembali kemah suci (Bil. 1:47-54). Para Putra Lewi berkemah di sekitar kemah
suci, dan berperan melindungi sesama suku mereka dari murka Allah, yang
mengancam mereka jika tanpa diketahui berhubungan dengan kemah suci atau
peralatannya (Bil. 1:51,53; 2:17).
Orang Lewi
dilarang untuk melayani sebagai imam dengan ancaman hukuman mati, sebab
pelayanan ini telah dikhususkan bagi putra-putra Harun (Bil. 3:5). Orang Lewi diperuntukkan bagi suatu pelayanan
guna membantu para imam khusnya yang berhubungan dengan keterampilan tangan
untuk mengangkut kemah suci. Kesetiaan
dan penyerahan total bagi Allah menjadi bagian hidup mereka dalam menjalankan
tugas. Tugas dan perwakilan golongan
Lewi dilambangkan dalam upacara-upacara penyucian dan penahbisan (Bil.
8:5).
Mereka mulai
melayani pada umur 25 tahun dan berlangsung hingga 50 tahun, pada waktu nama
orang Lewi memasuki semacam masa semi pensiun dengan tugas-tugas terbatas (Bil
8:24-25). Mungkin ada semacam masa
magang atau latihan keterampilan, karena agaknya tanggung jawab penuh
mengangkut kemah suci dan peralatannya baru diserahkan kepada orang yang
berumur 30 tahun sampai 50 tahun (Bil. 4:3).
Ketika Daud menentukan tempat yang tetap bagi tabut batas usia itu
diturunkan menjadi 20 tahun karena tidak diperlukan lagi orang dewasa yang
terus bertugas sebagai pengangkut (I Taw. 23:24).
Orang Tua dalam
Keluarga dan Pendidikan Dewasa
Golongan
pengajar ini harus menganggap dirinya penengah yang memuarakan pengalaman nenek
moyang mereka dengan Tuhan kepada setiap angkatan baru. “Aku mau membuka mulut mengatakan amsal, Aku
mau mengucapkan teka-teki dari zaman purbakala.
Yang telah kami dengan dan kami ketahui” (Maz. 78:2-4).
Bangsa Yahudi adalah bangsa yang penuh misteri, kecil tapi
kuat, sedikit tapi menyebar ke seluruh dunia. menyebar tapi kemurniannya
terjaga, kadang tidak bertanah air & tak punya raja, tapi selalu menojol
dan memberi pengaruh kuat kepada dunia. Dianiaya, tapi bertahan bahkan
berkelimpahan. Bangsa yang beridentitas kuat.
Penganut agama Yudaisme,
mementingkan akan ketaatan kepada Hukum Agama yang dijalankan dengan penuh
ketekunan, kemurniannya dijaga dari generasi ke generasi berikutnya.
Pengajarannya kuat dan memberi dasar yang teguh untuk setiap tingkah laku dan
tindakan. Pengaplikasikan hukum agama sering dilakukan secara harafiah.
Yang paling mengesankan dalam budaya
Yahudi adalah perhatiannya pada pendidikan. Pendidikan menjadi bagian yang
paling utama & terpenting dalam budaya Yahudi. Semua bidang budaya
diarahkan untuk menjadi tempat untuk mereka mendidik generasi muda, yang kelak
akan memberi pengaruh yang besar.
Dalam kitab Amsal kita temukan
banyak ayat yang berbicara tentang pendidikan anak dalam keluarga. Di
sana termuat banyak nasehat orang tua
kepada anak-anak. Pada bab pembukaan ditekankan adanya wewenang orang tua untuk mendidik anak-anak mereka (Ams. 1: 8-9). Wewenang itu
tampaknya diilhami kitab Ulangan 6 : 6-7, yang menekankan bahwa para bapa
keluarga harus mengajar
anak-anaknya, terutama dalam hal
kepercayaan dan praktek religius.
Anak-anak tidak boleh melawan atau
menentang orang tua. Sebaliknya, mereka
harus mentaatinya tanpa syarat. Sebab pendidikan dari orang tua bertujuan untuk membantu anak-anak
menemukan jalan hidup dan memperoleh kesuksesan dalam hidup mereka. Dengan mentaati ajaran orang tua,
anak-anak memiliki kepekaan dan cepat tanggap terhadap hidup dan lingkungannya.
Menurut kitab Amsal, isi ajaran dari
orang tua dapat digolongkan menjadi tiga nasehat. Nasehat pertama berupa
peringatan untuk melawan teman-teman jahat, nasehat kedua berupa perintah agar
menjauhi isteri orang lain, dan nasehat ketiga berupa ajakan untuk hidup dalam
kebijaksanaan. Nasehat pertama: peringatan untuk melawan teman-teman jahat
(Ams. 1:8-19; 2:12-15; 4:10-19; 6:12-15.16-19). Orang tua memperingatkan agar
anak-anak tidak mudah dibujuk untuk terlibat dalam tindak kejahatan. Yang
dimaksudkan dengan tindak kejahatan itu antara lain adalah kekerasan, penindasan,
dan pembunuhan, yang bertujuan untuk mencari keuntungan pribadi. Dalam menyampaikan
peringatan-peringatan itu, orang tua
juga harus memperlihatkan akibat dari tindak kejahatan tersebut terhadap diri
mereka sendiri. Dengan berbuat jahat, sebetulnya orang mengancam keselamatannya
sendiri (Ams. 1:18). Selain itu perbuatan yang jahat sangat dibenci Tuhan dan
“menjadi kekejian bagi hati-Nya” (Ams. 6:16). Kalau anak mendengarkan dan
mentaati ajaran ayahnya, ia pasti menempuh “jalan hikmat” dan akan menghindari
“jalan orang fasik” (Ams.
11:14).
Nasehat kedua: peringatan untuk
menjauhi isteri orang lain (Ams. 2:16-22; 5:1-23; 6:20-35; 7:1-27). Peringatan
ini diberikan kepada mereka yang sudah memasuki usia dewasa. Orang tua menasehati anaknya yang sudah
memasuki usia nikah, agar tidak mudah terkena bujukan dari wanita yang sudah
bersuami. Bila pemuda terkena bujukan dan melakukan perzinahan dengannya, maka
ia akan mengalami penderitaan dan kesengsaraan dalam hidupnya. Perbuatan zinah juga menunjukkan bahwa orang yang
melakukannya adalah orang yang
tidak berakal budi. Akhir dari perzinahan adalah kematian. Oleh karena itu ia
harus hidup bijaksana (Ams. 4:6-9) dan setia kepada isterinya sendiri (Ams.
5:15-19), agar tidak mudah jatuh dalam
perzinahan.
Nasehat ketiga: ajakan dan
saran supaya hidup dalam
kebijaksanaan (Ams. 2:1-22; 3:1-26; 4:1-27; 7:1-5). Kebijaksanaan adalah harta
yang tak ternilai harganya. Anak yang hidup dengan bijaksana akan terhindar
dari kedua bahaya yang disebut di atas. Sebab kebijaksanaan akan memimpin,
menjaga, dan mengarahkan hidup ke jalan hikmat. Hanya kebijaksanaanlah yang
menjadi jaminan hidup bahagia. Kebijaksanaan menuntun anak kepada pengenalan
akan Allah dan takwa kepada-Nya (Ams. 2:1-8; 3:1-35). Kebijaksanaan itu
diperoleh melalui nasehat-nasehat dan pendidikan orang tua.
Menurut kitab Amsal, tujuan
pendidikan adalah membantu anak mencapai kebijaksanaan. Sebab mencapai
kebijaksanaan berarti hidup; sedangkan kegagalan dalam mencapainya berarti
kematian. Kebijaksanaan dan pendidikan ke arah kebijaksanaan membentuk pribadi
manusia seutuhnya, yang mahir dan mampu dalam segala bidang, termasuk dalam relasi dengan Tuhan. Agar tujuan
itu tercapai, pendidikan harus dilaksanakan dengan disiplin. Oleh karena itu
orang tua diperbolehkan
menggunakan cara yang tegas dalam
mendidik anak, misalnya dengan hukuman (Ams. 19:18). Maksud dari hukuman itu
adalah agar anak-anak tidak masuk ke jalan yang salah. Sebab hidup di
jalan yang salah berarti berjalan menuju kematian. Pendidikan itu didasarkan
pada tradisi, termasuk tradisi iman, tetapi tidak berarti pewarisan
rumusan-rumusan tradisi leluhur saja. Lebih dari itu, pendidikan menyampaikan
pengalaman hidup dan iman para leluhur yang telah
mencapai kebijaksanaan. Oleh karenanya, yang berhak menjadi pendidik
adalah orang yang telah menghayati
tradisi tersebut dalam hidupnya.[14]
B.
Kitab
Syair dan Pendidikan Orang Dewasa
Kitab
syair dikarang oleh berbagai pujangga dalam waktu yang lama sekali. Nyanyian-nyanyian dan
doa-doa ini dikumpulkan oleh orang
Israel dan dipakai dalam ibadat mereka, lalu akhirnya dimasukkan ke dalam Alkitab. Sanjak-sanjak keagamaan ini bermacam ragam:
ada nyanyian pujian dan ada nyanyian untuk menyembah Allah; ada doa mohon
pertolongan, perlindungan dan penyelamatan; doa mohon ampun; nyanyian syukur
atas berkat Allah, permohonan supaya musuh dihukum. Doa-doa ini ada yang bersifat pribadi, ada
pula yang bersifat nasional. Beberapa di
antaranya menggambarkan perasaan seseorang yang paling dalam, sedangkan lainnya
menyatakan kebutuhan dan perasaan seluruh umat Allah. Tujuan kitab syair ialah untuk membangkitkan
kasih kita kepada Tuhan melalui pengertian yang lebih mendalam tentang Tuhan.[15] Tokoh pendidikan orang dewasa dalam kitab
syair adalah nabi-nabi, kaum bijaksana dan kaum penyair.
Nabi-nabi dan Pendidikan
Dewasa
Para nabi
berbeda dengan kaum imam, di mana kaum imam melayani Tuhan dari mezbah, dalam
hal ini nabi merasa dirinya terpanggil mengumumkan firman teguran hukuman dan
pendamaian.
Kedudukan Nabi-nabi dalam PL adalah hamba-hamba Allah yang
kerohaniannya jauh lebih tinggi daripada orang-orang sezamannya. Tidak ada
kelompok apa pun dalam dunia sastra yang digambarkan dengan lebih dramatis
daripada nabi PL. Imam, hakim, raja, penasihat bijaksana, dan pemazmur
masing-masing memiliki tempat khusus dalam sejarah Israel, tetapi tak seorang
pun di antara mereka yang mencapai taraf para nabi atau yang tetap berpengaruh
dalam sejarah penebusan selanjutnya.
Para nabi mempunyai
pengaruh utama dalam susunan PL itu sendiri. Kenyataan ini tampak dalam ketiga pembagian
Alkitab Ibrani: Torah, dan Kitab Para Nabi. Kelompok yang dikenal sebagai Kitab Para Nabi
tercakup enam kitab sejarah yang ditulis dengan perspektif nubuat: Yosua,
Hakim-Hakim, 1 dan
2
Samuel, dan
1
dan 2 Raja-Raja. Sangat mungkin penulis
kitab-kitab ini juga nabi. Kemudian, terdapat ke-16 kitab nabi khusus (Yesaya
hingga Maleakhi). Akhirnya, Musa, penulis ke-5 kitab pertama di Alkitab
(Torah), juga seorang nabi (Ul
18:15). Jadi, dua pertiga PL ditulis oleh nabi.
Kata-kata ibrani untuk nabi. Ro'eh_.
Kata benda Ibrani ini, diterjemahkan dengan "pelihat", menunjukkan
kemampuan khusus untuk melihat kenyataan rohani dan hal-hal masa depan. Nama
ini menganjurkan bahwa seorang nabi tidak ditipu oleh penampilan lahiriah
sesuatu, tetapi ia melihat pokok persoalan sebagaimana adanya dari perspektif
Allah sendiri. Selaku seorang pelihat, nabi menerima mimpi, penglihatan, dan
penyataan dari Allah yang memungkinkan dia menyampaikan realitas rohani kepada
umat Allah.
Seorang nabi
bukan sekadar pemimpin agama lain di dalam sejarah Ibrani, tetapi seorang yang
dirinya telah dimasuki dan dikuasai oleh Roh Allah dan Firman Allah (Yeh
37:1,4). Karena di dalam dirinya ada Roh dan Firman, nabi
PL mempunyai tiga ciri sebagai berikut:
Pengetahuan yang
dinyatakan secara ilahi. Seorang nabi menerima pengetahuan yang diberi
Allah mengenai orang, peristiwa, dan kebenaran penebusan. Maksud utama
pengetahuan ini ialah mendorong umat Allah agar tetap setia kepada Allah dan
perjanjian-Nya. Ciri khas nubuat PL yang menonjol ialah bahwa kehendak Allah
bagi umat-Nya dijelaskan melalui ajaran, teguran, dan peringatan. Allah memakai
para nabi untuk menyatakan hukuman-Nya sebelum itu terjadi. Dari tanah sejarah
gelap Israel dan Yehuda timbullah nubuat-nubuat khusus tentang Mesias dan
kerajaan Allah, serta ramalan aneka peristiwa dunia di masa depan. Dalam pendidikan orang dewasa pengetahuan
dinyatakan secara ilahi untuk mendorong orang dewasa tetap setia kepada Allah.
Kuasa
yang diberikan secara ilahi. Para nabi tertarik ke dalam
lingkaran ajaib ketika dipenuhi dengan Roh Allah. Melalui para nabi, kuasa dan
hidup Allah ditunjukkan secara adikodrati di tengah-tengah dunia yang pada
umumnya tertutup bagi itu semua. Kuasa
dan otoritas Allah adalah salah satu dasar dalam pendidikan orang dewasa.
Gaya hidup yang
khusus.
Pada umumnya nabi-nabi meninggalkan
kegiatan hidup sehari-hari yang biasa untuk hidup semata-mata bagi Allah.
Mereka dengan gigih menentang penyembahan berhala, kebejatan, dan
bermacam-macam kejahatan di antara umat Allah, dan juga mengecam korupsi dalam
kehidupan para raja dan imam; mereka merupakan aktivis yang mendukung perubahan
kudus dan benar di Israel. Para nabi, yang senantiasa giat demi kerajaan Allah
dan kebenaran-Nya, memperjuangkan kehendak Allah tanpa memikirkan risiko
pribadi.
Ada beberapa ciri khas nabi perjanjian lama. Ialah seorang yang mempunyai hubungan erat
dengan Allah dan menjadi orang kepercayaan-Nya (Am
3:7).
Nabi memandang dunia dan umat perjanjian dari segi pandangan Allah bukan dari
segi pandangan manusia. Karena dekat
dengan Allah, seorang nabi sependapat dengan Allah dan ikut merasakan
penderitaan Allah karena dosa-dosa umat itu; karena ia memahami maksud,
kehendak, dan keinginan Allah lebih daripada orang lain, ia mengalami
reaksi-reaksi emosi yang sama dengan Allah. Dengan kata lain, sang nabi bukan
hanya mendengar suara Allah tetapi ikut merasakan perasaan hati-Nya (Yer
6:11; 15:16-17; 20:9). Berita para nabi menekankan tiga tema utama:
1) Sifat Allah. Mereka memberitakan Allah sebagai Pencipta dan
Penguasa yang mahakuasa atas semesta alam (Yes
40:28), dan Tuhan yang berdaulat atas sejarah, Yang
membuat semua peristiwa di dalam sejarah bekerja bagi maksud-maksud pokok
keselamatan dan penghakiman-Nya (Yes
44:28; 45:1; Am
5:27; Hab
1:6).
Mereka menekankan bahwa Allah adalah
kudus, benar dan adil yang merasa jijik melihat dosa, ketidakbenaran, dan
ketidakadilan; karena kekudusan-Nya diperlembut oleh kemurahan-Nya, maka Dia
sabar dan lambat bertindak dalam murka dan hukuman. Karena sifat Allah itu
kudus adanya, Dia menuntut agar umat-Nya dipisahkan sebagai "kudus bagi
Tuhan" (Za.14:20; bd.
Yes
29:22-24; Yer
2:3).
Selaku Allah yang mengadakan perjanjian untuk memasuki hubungan yang unik
dengan Israel, Ia menuntut umat-Nya itu menaati perintah- perintah-Nya selaku
bagian dari kontrak tersebut. 2) Dosa dan pertobatan. Para nabi PL ikut
sedih dengan Allah atas ketidaktaatan, ketidaksetiaan, penyembahan berhala, dan
kebejatan yang terus-menerus dari umat perjanjian-Nya; mereka mengucapkan
kata-kata keras yang menghakimi mereka. Berita mereka sama dengan berita
Yohanes Pembaptis dan Yesus -- "bertobatlah atau binasa." Mereka
menubuatkan hukuman-hukuman dahsyat berupa malapetaka seperti kebinasaan
Samaria oleh Asyur (Hos
5:8-12; 9:3-7; 10:6-15) dan kebinasaan Yerusalem oleh Babel
(mis. Yer
19:7-15; 32:28-36; Yeh
5:5-12; Yeh
21:2,24-27). 3) Nubuat
dan Pengharapan akan Mesias. Sekalipun
umat perjanjian itu secara keseluruhan tidak setia kepada Allah dan
sumpah-sumpah perjanjian mereka, para nabi tidak pernah berhenti memberitakan
berita pengharapan. Mereka tahu bahwa Allah akan menggenapi perjanjian dan
janji-janji-Nya dengan Abraham, melalui kaum sisa yang setia dan takut akan
Allah. Pada akhirnya Mesias akan datang, dan melalui Dia Allah akan menawarkan
keselamatan kepada seluruh umat manusia.[16]
Kaum Bijaksana
dan Pendidikan Orang Dewasa
Kaum bijaksana
merupakan golongan pengajar/pendidik bagi orang Israel. Hal ini dapat dilihat dalam kitab Amsal,
tetapi juga di lain tempat misalnya kitab Ayub dan Pengkhotbah. Jauh sebelum ucapan tersebut dituliskan
intinya sudah disampaikan secara lisan oleh orang-orang tua yang duduk di pintu
gerbang kota bahkan di desa-desa. Di
situ diajarkan, baik yang muda maupun yang setengah tua. Dikatakan: “Anak-anak yang bijak mendatangkan
sukacita kepada ayahnya, tetapi anak yang bebal adalah kedukaan bagi ibunya”
(Amsal 10:1).
Kaum bijaksana
menyampaikan petunjuk praktis misalnya melalui peribahasa dan ucapan mutiara
yang hidup dan bijak. Kaum bijak
berusaha mempengaruhi orang kepada kebenaran.
Kitab Amsal, pengkhotbah dan Ayub memuat pengajaran mereka.[17]
Kaum bijaksana
ialah orang-orangyang memiliki kecakapan teknis. Suatu kelas khusus orang bijaksana (laki-laki
dan perempuan), nampaknya berkembang selama pemerintahan monarkhi. Pada masa Yermia mereka mempunyai peranan
penting disamping nabi-nabi dan para imam, sebagai orang yang berpengaruh besar
atas masalah agama dan social. Tugas
mereka ialah merumuskan rencana-rencana yang
dapat dilaksanakan, menyususun nasehat untuk meraih hidup yang berhasil
(Yer. 18:18). Kaum bijaksana atau
penasehat berperan sebagai bapak dalam
hubungannya dengan orang-orang yang kesejahteraannya bergantung kepada
nasehatnya. Misalnya, Yusuf menjadi
bapak bagi Firaun (Kej. 45:8), Debora menjadi ibu di Israel (Hak. 5:7).
Hikmat dan
kebijaksanaan dalam arti yang utuh
mutlak hanya milik Allah (Ayb. 12:13, Yes.31:2; Dan. 2:20-23). Hikmatnya mencakup bukan hanya sempurnahnya
dan lengkapnya pengetahuannya mengenai setiap
segi bidang kehidupan (Ay. 10:4; 26:6; Ams. 5:21) tetapi juga mencakup
kedaulatannya menggenapi tuntas apa yang ada dalam pikiranN dan yang mustahil
dapat digagalkanya.
Kaum Penyair dan
Pendidikan Orang Dewasa
Kaum penyair
mengajar dengan jalan mendobrak hati umat melalui irama dan perkataan simbolis
misalnya dalam Mazmur. Kaum penyair mengajar
melalui kata-kata simbolis, lagu dan syair.
Pengajarannya dimuat di Mazmur.
Nara didik kaum penyair adalah orang dewasa.
Kaum penyair
dalam PL menuliskan karya sastra yang berisi tentang
gagasan-gagasan yang dituangkan dalam bentuk penggambaran pengalaman-pengalaman
kehidupan sehari-hari (praktis) yang diungkapkan oleh nalar kreatif manusia. Meskipun demikian, tetap
saja ada perbedaan di antara keduanya. Perbedaan tersebut
merupakan perbedaan yang lebih berhubungan dengan intervensi ilahi. Puisi PL secara keseluruhan
dibentuk lebih lanjut oleh orang-orang yang memiliki iman yang kuat kepada
Allah Yahweh, karena mereka sudah melihat bagaimana Yahweh berkarya
ditengah-tengah umat-Nya. Puisi PL umumnya juga dapat dilagukan dan
diiringi oleh musik. Kekhusussan puisi atau syair PL
yang dapat dilagukan ini, selain memperkaya perbendaharaan kesenian, juga
merupakan bentuk sastra yang sangat penting, menambah dimensi lain dan
memberikan warna khusus terhadap suatu liturgis yang berisi tentang pujian dan
mazmur kemuliaan bagi Yahweh itu.
Bagi orang Ibrani, “hikmat” merupakan salah
satu “kepandaian untuk hidup” yang memadukan kemampuan untuk mengamati; juga
bagian dari fungsi intelek manusia; dan sekaligus penerapan pengetahuan serta
pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Sastra hikmat umumnya juga
berisi tentang hal-hal yang bersifat didaktik (mendidik) mengajar. Hikmat
berusaha untuk memberikan suatu pengajaran tentang prinsip-prinsip moral yang
praktis dan tuntunan normatif untuk perilaku keseharian juga secara rasional
memberikan dorongan pada stiap pembacanya untuk menyelidiki banyak persoalan
yang berhubungan dengan keberadaan manusia yang kesemuanya dilihat dari sudut
pandang yang berakar kuat dalam takut akan Tuhan. Adapun pembagian sastra
hikmat dalam PL meliputi kitab-kitab yang berisi tentang ajaran dan nasihat,
misalnya, Amsal dan Kidung-Agung
dan kitab-kitab yang berisi tentang pemikiran yang dalam seperti Ayub, dan
Pengkhotbah juga beberapa Mazmur hikmat (seperti, Mzm. 1, 37, 49 dan 112).
Secara keseluruhan, baik sastra hikmat maupun
puisi di PL, pada dasarnya merupakan ulasan tentang persoalan sosial praktis
yang bertolak dari tuntutan-tuntutan etis hukum Ibrani. Karena itu,
petunjuk-petunjuk dan peringatan-peringatan yang terkandung dalam pepatah-pepatah
seperti dalam kitab Amsal seringkali dimaksudkan untuk mengatur kehidupan
sehari-hari yang mencakup bermacam-macam pokok, termasuk di antaranya adalah, hubungan keluarga,
pembalasan dan disiplin, persahabatan, pengendalian lidah, pernikahan dan
perzinahan, orang miskin serta persoalan-persoalan sehari-hari lainnya. Selain
itu, penulisan kitab-kitab syair dan hikmat ini juga dimaksudkan untuk
memberikan rujukan tentang suatu pengajaran kepada generasi selanjutnya –
termasuk kita – agar dapat belajar melalui pengalaman dan pengamatan para
pendahulu yang sudah ditungakan dalam bentuk sastra – dalam pimpinan Tuhan itu.[18]
BAB
IV
PENDIDIKAN
ORANG DEWASA
DALAM
PERJANJIAN BARU
Landasan Alkitabiah dan teologi
pendidikan dewasa yang akan dibahas dalan bab ini ialah Tuhan Yesus dan
pendidikan dewasa, Rasul Paulus dan Pendidikan dewasa serta Roh Kudus dan
Pendidikan dewasa.
Tuhan
Yesus dan Pendidikan Orang Dewasa
Pendidikan agama kepada orang dewasa
dalam Perjanjian Baru, pada dasarnya tetap terpokus pada diri Yesus
sendiri. Di samping sebagai “penebus dan
pembebas”. Tuhan Yesus juga menjadi
seorang guru yang agung. Keahliannya
sebagai seorang guru umumnya diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi, mereka
dengan sendirinya menyebut Dia “Rabi”.
Ini tentu suatu gelar kehormatan, yang menyatakan betapa Dia disegani
dan dikagumi oleh orang sebangsanya. Ia
selaku seorang pengajar yang mahir dalam segala soal keilahian.
Sebab ini mengajar mereka “sebagai
orang yang berkuasa tidak seperti ahli-ahli taurat yang biasa mengajar mereka”
(Mat. 7:29). Yesus sebagai salah satu
tokoh dalam Perjanjian Baru dapat dikatakan bahwa Dia sebagai salah satu buah
dari Pendidikan Agama Yahudi, dia dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga di
lingkungan Yahudi. Yesus belajar dari
gurunya, sama halnya dari orang Yahudi yang dibesarkan dalam keluarga, dan
keluargalah gurunya yang pertama.
Orang tualah yang memiliki peran
yang utama dalam mendidik anak-anaknya.
Bagi orang Yahudi orang tualah yang berusaha menanamkan pendidikan agama
kepada anaknya baik yang bersifat liturgis maupun yang bukan liturgis (Luk.
2:21,42). Kemudian sebagai seorang
dewasa yang masuk ke rumah ibadat menurut kebiasaan pada hari sabat dan diberikan
kitab Yesaya (Luk. 4:16-17). Yesus
merayakan hari paskah (Luk. 22:24).
Yesus menekankan bahwa pendidikan
Yahudi merupakan modal dasar yang diteruskannya, “Tetapi siapa yang melakukan
dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum taurat, ia akan menduduki tempat
yang tinggi di dalam kerajaan sorga” (Mat. 5:19c).
Yesus menerapkan pendidikan agama
kepada orang dewasa termasuk keluarga supaya mereka mempunyai kekuatan rohani
dan perlengkapan senjata Allah melawan tipu muslihat iblis (Ef. 6:10-11) supaya
mereka hidup dan berada di dalam kasih Kristus (Ef. 5:2). Hendaknya Kristus tetap hidup dan berada di
dalam keluarga itu dan membesarkan segala apa yang mereka lakukan berdasarkan
kasih Kristus (Ef. 5:22-23). Demikian
Firman Tuhan: “Dan kamu bapa-bapa janganlah bangkitkan amarah di hati
anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasehat Tuhan” (Ef.
6:4).
Yesus mengajar di mana saja dengan
berbagai gaya dan bentuk (ceramah, bdk. Khotbah di bukit, bimbingan bdk. Mat.
10, menghafalkan, perwujudan, doalog, studi kasus, perjumpaan dan perbuatan
simbolis misalnya baptisan). Gaya dan
bentuk mengajar itu dilakukan misalnya: di atas bukit, di perahu di sisi orang
sakit, di tepi sumur, di rumah yang sederhana, dan di rumah orang kaya, di
depan pembesar-pembesar agama dan pemerintah bahkan sampai di kayu salib
sekalipun. Tuhan Yesus tidak memerlukan
sekolah atau gedung yang tertentu.
Tiap-tiap keadaan dan pertemuan diergunakannya untuk memberitakan Firman
Allah kepada setiap orang, baik yang muda, anak-anak dan dewasa.
Yesus sebagai guru agung memberikan
dasar-dasar pendidikan orang
dewasa. Yesus memiliki tujuan yang jelas
dalam mengajar. Tujuan akhir pengajaran
Yesus ialah pertobatan, kekuatan akan Firman Allah serta mempraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Yesus memiliki
kedekatan dengan murid-muridnya. Yesus
menggunakan metode yang kreatif. Yesus
mengajar dengan menjawab kebutuhan.
Yesus konsisten dengan kebenaran (Yoh. 14:6). Yesus mengajar secara dinamis. Yesus berkomitmen dalam menjalani
panggilannya sebagai pengajar (Yoh. 3:2; 13:13). Yesus paham akan Firman Allah (Luk 4:14;
24:27). Yesus rela membayar harga. Yesus patut diteladani dalam pendidikan orang
dewasa karena rela berkorban demi kepentingan orang lain (Fil. 2:5-8).
Rasul-Rasul
dan Pendidikan Orang Dewasa
Rasul-rasul (Yun: apostolos Artinya: utusan Allah). Khususnya kedua belas murid Yesus yang
diutus-Nya untuk turut melakukan pekerjaan-Nya (Mat. 10-.1-2), tetapi juga
orang-orang lain yang dipanggil untuk memberitakan Injil (Rm. 16:7),
teristimewa Paulus, rasul untuk bangsa-bangsa bukan Yahudi (Rm. 11-13).
Sejak mulai berdirinya, jemaat Kristen
telah menjunjung pengajaran agama. Seperti diketahui, orang-orang Kristen muda
itu mula-mula masih berpaut kepada adat agama Yahudi, tetapi lambat laun mereka
mengembangkan perkumpulannya sendiri. Di dalam perkumpulan itu mereka berdoa,
berbicara tentang pengajaran dan perbuatan-perbuatan Tuhan Yesus Kristus, makan
sehidangan dan merayakan Perjamuan Suci. Mereka yakin bahwa sejak turunnya Roh
Kudus jemaat mereka merupakan Israel baru. Yesus Kristus telah menciptakan
Israel baru itu dengan Roh-Nya sendiri. Sekarang mereka berdiri dalam dunia ini
dengan keadaan baru dan dengan tugas yang baru pula.
Akibatnya ialah mereka mulai berkhotbah
dan mengajar orang dewasa, supaya banyak orang lain juga dapat percaya pada
Yesus sebagai Penebus dan Tuhan. Segala orang yang bertobat dan mau bergabung
dengan jemaat Kristen itu, dididik dengan seksama. Di dalam dan di luar
kebaktian, mereka belajar tentang Diri dan pekerjaan Juruselamat itu, dan lagi
tentang panggilan dan tugas seorang Kristen dalam dunia ini. Jemaat-jemaat muda
itu mempelajari nubuat-nubuat para nabi zaman dulu mengenai Yesus Kristus, dan
mereka asyik membaca surat-surat yang diterimanya dari rasul Paulus dan
pemimpin gereja lain. Mereka menganggap dirinya sebagai suatu persekutuan suci,
seperti Israel dulu, tetapi dengan mengaku Yesus Kristus selaku Raja, Nabi dan
Imam satu- satunya.
Kerajinan dan
kesetiaan Israel dalam menjalankan pendidikan agama diturutinya pula, hanya
perbedaannya sekarang, Taurat bukan lagi menjadi dasar dan pusat pendidikan
itu, melainkan Yesus Kristus. Dengan demikian jemaat purba itu mengajarkan
agama Kristen di dalam rumah-rumahnya, kepada tetangganya, di dalam kebaktian
dan kumpulannya, bahkan kepada siapa saja yang suka mendengarkan berita
kesukaan yang mereka siarkan.
Dari uraian
yang pendek ini kita dapat segera menarik kesimpulan bahwa agama Kristen itu
adalah suatu agama yang sangat mementingkan pendidikan Agama. Agama kita yakini
dan segenap penganutnya sekali- kali tak boleh melupakan perbuatan-perbuatan
yang Mahabesar, yang telah dilakukan Tuhan Allah bagi mereka di dalam Yesus
Kristus. Anggota-anggota Gereja, baik orang dewasa maupun anak-anak kecil,
semuanya wajib mempelajari pekerjaan Tuhan yang telah mendatangkan keselamatan
itu. Peristiwa-peristiwa yang agung itu harus diajarkan, diterangkan dan dipercaya,
sehingga setiap orang yang mengakui Yesus Kristus sebagai Juruselamat,
meninggalkan manusia lamanya dan dan menjadi ciptaan baru di dalam Dia. Jika
itu dilakukan, maka Gereja Kristen di dunia ini akan menjadi suatu terang, yang
dapat menunjukkan jalan keselamatan kepada banyak orang lain pula.
Sejak zaman
Perjanjian Baru, jemaat Kristen sangat mementingkan pendidikan agama. Tugas
mengajar itu memang diserahkan khusus kepada kaum guru yang telah mempunyai
karunia dan latihan istimewa untuk pekerjaan yang mulia itu, tetapi seluruh
jemaat tetap mendukung dan mendoakan mereka. Mulai dari abad pertama tarikh
Masehi, pendidikan agama Kristen menyiapkan orang untuk masuk ke dalam
persekutuan jemaat Kristus, dan setelah disambut dalam jemaat itu mereka dididik
terus supaya dapat semakin berakar dalam pengetahuan dan pengenalan yang
mendalam tentang Yesus Kristus, Kepala Gereja itu.
Rasul-rasul merupakan tokoh yang berapi-api
untuk memasyurkan nama Tuhan Yesus itu.
Ke manapun mereka, selalu mengajarkan
Injil Kristus kepada orang Yahudi dan kaum kafir. Rasul-rasul berkeyakinan kuat dan beriman
teguh selalu mereka siap sedia bertukar pikiran, mengajar dan mengajak. Dalam melaksanakan tugas mereka seringkali
melaksanakan pendidikan orang dewasa baik di tempat-tempat ibadah, di
sinagoge-sinagoge, di rumah, dan di masyarakat.
Konsep utama dalam pengajaran
rasul-rasul adalah untuk meneruskan
sifat dan tujuan utama dari pengajar Yesus sendiri. Rasul-rasul mendirikan jemaat dan menjadikan jemaat itu
sebagai sarana untuk menyampaikan misi.
Jemaat khususnya dewasa dan orang tua merupakan tempat peyaluran misi
dan sekaligus sebagai saksi dari Firman Allah.
Kasih, iman dan anugerah merupakan dasar teologisnya. Kamu tahu juga petunjuk-petunjuk mana yang
kami berikan kepadamu atas nama Tuhan Yesus (I Tes. 4:2) sebagai tanggapan,
jemaat itu belajar saling mengasihi, karena itulah yang diajarkan oleh Tuhan
Yesus sendiri (I Tes. 4:9).
Rasul-rasul juga mengajar di mana-mana seperti Yesus, dia
mengajar di tempat penumpang, di atas kapal dan lain-lain. Paulus mengajar melalui surat-surat supaya
segala kesulitan yang muncul dalam jemaat yang didirikannya, atau sebagai
akibat dari jemaat yang belum didirikannya dapat mengurangi berbagai masalah.
Rasul-rasul mendidik dan mengajar
jemaat yang didirikannya supaya memiliki kesatuan iman, , pengetahuan yang
benar tentang Anak Allah, kedewasaan yang penuh, dan tingkat pengetahuan yang
sesuai dengan kepenuhan Kristus, teguh berpegang pada kebenaran di kasih,
bertumbuh kea rah Dia, Kristus yang adalah kepala (Ef.4:13-15).
Model
Pendekatan pembelajaran Rasul
Rasul
Paulus dalam melaksanakan pelayanan menggunakan berbagai model-model
pembelajaran. Ada beberapa model
pembelajaran yang dipraktekkan oleh rasul-rasul antara lain:
Model Pembelajaran dengan pendekatan dioalogis.
Ketika Rasul
Petrus dan Yohanes diperhadapkan dengan mahkama
agama, mereka berdialog (Kis. 4:1-22).
Pilipus dan sida-sida Etiopia (Kis. 8:4-25). Dalam perjalanan misi Paulus
memakai model pembelajaran kepada orang dewasa dengan pendekatan dialogis dalam menyampaikan Firman Tuhan. Cara seperti itu sangat efektif sehingga
Gubernur Siprus, Sergius Paulus, takyub akan ajaran Tuhan (Kis. 13:12).
Dalam
situasi yang, baru seperti di Athena, Paulus mengajar dengan pendekatan
dialogis. Di sana Paulus berhadapan
dengan orang-orang yang giat belajar filsafat Yunani, mendalami ajaran Epikurus
dan Stoa. Tampaknya pendekatan itu
efektif dan mengandung minat orang untuk lebih mengetahui ajaran Paulus yang
menegaskan bahwa orang harus bertobat dari kebodohan dan berpaling kepada
Kristus yang bangkit dari kematian.
Orang-orang di Athena sangat kagum mendengar pengajaran Paulus sehingga
bertanya, “Bolehkah kami tahu ajaran (didakhe)
baru yang kau ajarkan ini?” (Kis. 17:19).
Walaupun mendapat penolakan, sejumlah orang menjadi percaya kepada
Kristus, salah satunya adalah Dionisius, anggota majelis Areopagus (Kis.
17:33-34). Salah seorang tokoh
Pendidikan Kristen di yakni Hope S. Antone mengungkapkan bahwa dialog adalah
pendekatan yang sangat penting khususnya dalam masyarakat plural.[19]
Model Pembelajaran dengan Pendekatan Individual.
“Dialah yang kami beritakan,
apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam
segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam
Kristus. Itulah yang kuusahakan dan
kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan
kuat di dalam aku.” (Kol.1:28-29).
Model Pembelajaran
dengan Pendekatan Individual yang diperlihatkan oleh Paulus bertujuan untuk
memimpin tiap-tiap orang pada kesempurnaan hidup di dalam Yesus Kristus. Paulus benar-benar yakin bahwa di dalam
Yesuslah tiap-tiap orang memperoleh pengharapan akan kemuliaan. B.S. Sijabat mengatakan bahwa tugas yang
demikian tidak mudah serta benar-benar menuntut pergumulan, kesadaran,
penyerahan diri dengan mengandalkan kuasa Tuhan.[20]
Model Pembelajaran dengan
Pendekatan Individual yang diterapkan oleh rasul Paulus, juga diterapkan oleh
Yesus Kristus sebagai guru Agung. Dalam
pendekatan ini Yesus bertindak sebagai mentor.
Robert W. Pazmino menjelaskan, “That
mentoring is now extended through the Christian chruch to current followers of
Jesus. The role of Christian teacher
today incarnates the mentoring tradition of Jesus. One way of to evaluate the impact of a mentor
is to exammine the lives and ministries of persons being mentored.[21]
Pendekatan ini sangat efektif untuk
membimbing, mengarahkan dan menuntun seseorang secara pribadi. Sebagai contoh, Paulus menjadi mentor bagi
Timotius dan Timotius bertumbuh menjadi dewasa dalam iman. “Kepada Timotius, anakku yang sah di dalam
iman: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus
Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau” (1Tim. 1:2).
B.S. Sijabat dalam bukun
Mengajar Secara Profesional memberikan penjelasan bahwa model mengajar dengan
pendekatan individual ini menekankan pembentukan dan pengembangan kualitas
pribadi peserta didik, khususnya dalam aspek psikologis dan emosinya agar mampu
memahami membangun realitas hidup secara bijak.
Bagi guru yang memilih model itu, masalah pembaruan emosi dan konsep
diri sangat penting bagi tugas kehidupan.
Diasumsikan bahwa jika perubahan dalam diri individu itu terjadi, rasa
percaya diri dan persepsi diri semakin positif.
Iapun lebih termotivasi untuk membangun kreatifitas. Secara perlahan dampak penerimaan dan
penghargaan diri yang sehat itu mengemuka ke lingkungan sosialnya. Akibat perubahan kualitas hidup dalam pribadi
peserta didik, kemampuan intelektual dan relasi serta interaksi sosial
diharapkan mengalami peningkatan.[22]
Model Pembelajaran dengan Pendekatan Teologis.
Model Pembelajaran orang
dewasa dengan pendekatan Teologis artinya memprioritaskan
kebenaran atau mengedepankan tentang kebenaran teologis. Paulus berbicara kepada Timotius bahwa ia
ditetapkan sebagai pengajar non Yahudi dalam iman
dan kebenaran (1Tim. 2:7). Ia menugaskan
Timotius untuk mengajarkan tentang kebenaran Kitab Suci kepada Jemaat Efesus
(1Tim. 4:11; 6:2). Titus ditugaskan di
pulau Kreta untuk mengajar warga Jemaat dengan ajaran sehat (Tit. 1:9).
Model Pembelajaran
dengan pendekatan Teologis membutuhkan guru atau pendidik Kristen yang memahami tentang
kebenaran. Pendidik Kristen yang
memahami tentang kebenaran menuntun peserta didik pada kehidupan spiritual yang
memadai bukan keduniawian. David F.
Wells dalam buku, Hilangnya Kebajikan
Kita mengatakan, “Keduniawian adalah sistim nilai dalam setiap zaman yang
berpusat pada perspektif manusia yang berdosa, yang menyingkirkan Allah dan
kebenarannya dari dunia dan yang menjadikan dosa tampak wajar dan kebenaran
tampak aneh.”[23]
Kekristenan yang seringkali tampak abu-abu tidak terlepas dari pendidik
Kristen yang tidak lagi menekankan kebenaran atau tologi yang benar.
Model Pembelajaran dengan pendekatan Keteladanan.
Model pembelajaran orang dewasa dengan pendekatan keteladanan adalah proses menuntun
peserta didik dengan memberikan contoh atau panutan. Rasul
Yakobus menekankan bahwa hendaknya
jangan hanya menjadi pendengar Firman tetapi pelaku Firman (Yak. 1:19-27). Rasul Petrus menekankan kepada para penatua
agar menjadi teladan (Pet. 5:1-11). Model pembelajaran dengan pendekatan keteladanan ini juga telah manyatu dengan kehidupan Paulus.
Itulah sebabnya ia menghimbau Timotius dan Titus sebagai pendidik/pengajar untuk menjadi
teladan. “Jangan seorang
pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi
orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu,
dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu” (1Tim. 4:12). “Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan
dalam berbuat baik” (Tit. 2:7a). Ia menasehati Timotius untuk memperlihatkan
keteladanan kesabaran dalam mengajar (2Tim. 4:2).
Model
pembelajaran dengan pendekatan keteladanan mempunyai
pengaruh yang sangat besar. Mary Go
Setiawani mengatakan, “Cara mengajar yang efektif adalah menjadikan diri
sendiri sebagai teladan hidup untuk menyampaikan kebenaran, dan itu merupakan
cara yang paling berpengaruh, kewibawaan seseorang terletak pada keselarasan
antara teori dan praktek.”[24] Hal yang sama dikemukakan oleh Derek J.
Tidball bahwa sesungguhnya kuasa teladan masih tetap merupakan salah satu
pengaruh yang paling kuat dalam kehidupan manusia. Keteladanan moral dan rohani jauh lebih
penting daripada kemampuan berkhotbah, kemampuan administrasi atau prestasi
akademis.[25] Pendekatan
keteladanan
menghendaki satunya kata dan perbuatan. Model pembelajaran
dengan pendekatan keteladanan akan membuahkan
hasil yang maksimal.
R.I Sarumpaet mengatakan, “Mendidik dengan memberi teladan akan lebih
berhasil daripada memberitahukan segala peraturan dan nasehat tanpa contoh.”[26] B.S. Sijabat mengatakan bahwa guru yang menjadikan dirinya sebagai teladan
(model) dalam pertumbuhan akan menghasilkan kedewasaan rohani.[27]
Model
pembelajaran dengan pendekatan keteladanan yang diterapkan oleh Paulus sama
seperti yang diterapkan oleh Yesus Kristus sebagai guru Agung. Ia rela meninggalkan tahta kemuliaan-Nya
(Fil. 2:7). Ia membasuh kaki
murid-murid-Nya (Yoh:13:1-17). Ia
memberikan hidupnya sampai mati di kayu salib.
Ia melakukan karya yang luar biasa bagi keselamatan umat manusia. Ia mengajar dan memberi hidup
sebagai model atau teladan yang sangat berpengaruh sampai saat ini.
Model Pembelajaran dengan Pendekatan Sosiologis.
Model Pembelajaran
ini, tidak diabaikan oleh Paulus dalam pembelajaran. Ia tahu bahwa efektifitas pembelajaran akan
lebih baik jika memperhatikan pendekatan sosiologis. Paulus menegaskan bahwa Allah memanggil
orang-orang percaya menjadi komunitas (Yun.: ekklesia) untuk saling membangun,
menasehati dan saling mengajar dalam rangka lebih mengenal serta mewartakan
Injil Yesus Kristus sehingga bertumbuh menjadi dewasa bersama-sama (Kol.
3:15-16; Ef. 4:11-16). Model
pembelajaran ini berorientasi pada pembentukan dan pengembangan relasi antara
peserta didik dan sesamanya ataupun dengan lingkungan sosial budayanya. Dalam hal ini konteks sosial menjadi sumber
pembelajaran dan guru bukan sebagai nara sumber yang utama. Beriteraksi dalam kelompok pembelajar ini
dapat membenatu perubahan hidup peserta didik.
Jadi bukan banyaknya pengetahuan yang diterima oleh peserta didik serta
ketajaman intelektual yang ditekankan melainkan kemampuan hidup bermasyarakat (to
live together).[28]
Model
pembelajaran dengan pendekatan sosiologis ini telah banyak diteliti dalam
rangka pengetesan keberlakuannya. David
serta Robert Johnson dan kawan-kawan (1974, 1981), juga Robert Shevin (1983)
telah bekerja sama dengan para guru untuk mengkaji kemanfaatan dari penggunaan
cooperative rewards. Hasilnya cukup
meyakinkan, ternyata belajar bersama dapat membantu berbagai proses belajar.[29]
Model Pembelajaran
dengan Pendekatan Sosiologis, tidak hanya menekankan kebersamaan dalam
lingkungan sosial tetapi juga memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan
masalah-masalah sosial. Itulah sebabnya
Paulus mengingatkan Timotius supaya perempuan tidak diijinkan mengajar dan
memerintah laki-laki (1 Tim. 2:12) karena alasan kultural dan sosiologis. B.S. Sijabat mengatakan, “Mungkin sekali pada
masa itu kalau perempuan tampil dan mengajari laki-laki, kebiasaan itu dianggap
mengikuti keagamaan di kuil Artemis.
Sebagai seorang Yahudi Paulus melihat bahwa tugas mengajar lebih dapat
dilakukan oleh laki-laki.”[30]
Model Pembelajaran dengan pendekatan Team Teaching.
Model Pembelajaran orang dewasa dengan pendekatan Team Teaching dipraktekkan oleh Paulus dalam
pelayanannya. Ia memberitakan Injil dan
mengajar bersama-sama dengan Barnabas dengan rajin (Kis. 11:25-26). Dalam perjalanan misionaris yang kedua ia
memberitakan Injil dan mengajar bersama-sama dengan Silas dan Timotius (Kis.
16:1-40). Ia juga menghimbau Timotius
agar mengajar bersama-sama dengan orang-orang yang cakap mengajar (2Tim. 2:2).
Model Pembelajaran
dengan pendekatan Team Teaching ini diharapkan dapat membangun hubungan kerja
sama yang baik baik dengan dengan rekan-rekan sejawat. Guru yang mampu bekerja bersama-sama
mempunyai pengaruh yang signifikan pada pembelajaran siswa.[31]
Model Pembelajaran dengan pendekatan Kuasa.
Model Pembelajaran
dengan pendekatan kuasa adalah model pembelajaran yang mengandalkan otoritas
atau kuasa Ilahi. Contoh
pendekatan ini ialah Rasul Petrus meyembuhkan orang lumpuh (Kis. 3:1-10). Peristiwa Ananias dan Safira (Kis. 5:1-11).
Yakobus dan Petrus dilepaskan dari penjara (Kis. 12:1-19). Rasul Paulus dalam pelayanan di Efesus
tentang anak-anak Skewa (Kis. 19:1-12). Paulus juga
menyadari bahwa dalam kegiatan mengajar selalu terjadi
peperangan rohani dengan kuasa-kuasa dunia yang tidak kelihatan oleh mata (Ef.
6:11-12).
Tugas mengajar
merupakan kegiatan untuk menolong orang supaya terlepas dari belenggu ilah
zaman yang membutahkan segi-segi dan kemampuan rohani mereka (1Kor. 4:4). Oleh karena itu Paulus sungguh-sungguh berdoa
kepada Tuhan, berdoa dalam Roh dan meminta komunitas jemaat untuk mendoakannya
(Ef. 6: 18-20; Kol. 4:2-3).
Rasul Paulus
sebagai pemberita Injil, rasul dan pengajar, ia memohon agar orang lain
mendoakannya. Ia yakin bahwamelaui doa
yang sungguh-sungguh dan tekun kuasa Allah akan dinyatakan (Kol. 4:2-3). Dengan demikian isi pengajaran menjadi jelas,
terarah, dan bermakna. Paulus tidak
ingin kegiatan mengajarnya semata-mata membuat orang senang atau gembira oleh
kecakapan berbicara, tetapi hampa dan tidak memancarkan kuasa.[32]
Dalam pelayanan rasul-rasul dalam pendidikan orang dewasa Peranan
Roh Kudus dalam diri seorang pendidik itu sangat penting. Apabila seseorang sungguh-sungguh dipakai Tuhan dalam
mewartakan Sabda-Nya, ia juga dituntut untuk terbuka terhadap bimbingan dan
dorongan Roh Kudus, sehingga apa yang disampaikannya sangat berguna bagi
keselamatan umat dan juga untuk perluasan Kerajaan Allah di dunia ini. Dalam
pengajaran dan pewartaan Sabda Allah pertama-tama harus bergantung kepada
rahmat dan kuasa Roh Kudus. Jikalau memperhatikan Kisah Para Rasul 2:3, Petrus
berbicara dalam nama Yesus dan dipenuhi oleh kuasa Roh Kudus. Petrus bukan seorang yang pandai,
bukan juga seorang yang berpendidikan tinggi. Dia adalah seorang nelayan yang
sederhana, tetapi karena dikuasai Roh Kudus, Petrus mampu dan pengajarannya penuh kuasa sehingga
banyak orang menerima Yesus sebagi Tuhan dan penyelamat dan memberi diri untuk
dibaptis. Orang yang
mengajar karena dipenuhi oleh kuasa Roh Kudus dan disertai dengan karisma akan
menyentuh hati banyak orang dan juga membuat orang bisa bertobat. Akan tetapi,
pengajaran yang hanya mengandalkan pengetahuan belaka saja terkadang tidak
membawa orang kepada pertobatan dan seringkali para pendengar hanya mengagumi
akan kemampuan dan pengetahuan dari si pengajar.[33]
Presiden Harold
B. Lee berkata: "Pemanggilan seorang pengajar injil adalah salah satu yang
termulia di dunia. Pengajar yang baik dapat mengilhami anak lelaki, anak
perempuan, pria dan wanita dewasa untuk mengubah kehidupan mereka dan mencapai tempat
tujuan tertinggi mereka. Kepentingan seorang pengajar diterangkan dengan indah
oleh Daniel Webster sewaktu dia mengatakan : 'Jika kita
mengukir batu pualam, dia akan musnah, jika kita mengukir kuningan, waktu akan
menghapusnya, tetapi jika kita mengukir di atas pikiran kekal, jika kita
mengilhami mereka dengan asas-asas dan takut akan Allah dan kasih akan sesama
kita, sebenarnya kita mengukir loh batu yang dapat menerangi seluruh kekekalan. Saya bersaksi bahwa ini adalah
pekerjaan Allah. Dan bahwa kita adalah para hamba-Nya dengan tanggung jawab
kudus dalam mengajarkan injil Yesus Kristus, pesan terbesar sepanjang masa.
Kita membutuhkan lebih banyak pengajar untuk mengimbangi pesan itu. Saya berdoa
bahwa kita akan menjadi pengajar injil yang istimewa, dalam nama Yesus Kristus.[34]
Peranan
Roh Kudus sangat penting dalam
pengajaran gereja. Roy B. Zuck menulis tentang peran utama Roh Kudus dalam
kehidupan murid-murid, yang tidak dapat dilakukan oleh seorang guru jika
bergantung pada kemampuannya sendiri:
. . . the Spirit makes the Word of God effectual in the students’
lives. Bible knowledge and comprehension of spiritual truths, essential as they
are, do not of themselves guarantee spiritual change and growth. Not all who
hear the Word believe or respond (John 10:25; 12:47-48; Acts 7:57-59; 17:5,
32). As the Word of God regenerates (Ps. 19:7; Rom. 10:17; James 1:18; 1 Peter
1:23), the Holy Spirit must be on hand to remove spiritual blindness and give
eternal life (John 3:5-7; Titus 3:5).[35]
Efektivitas
pengajaran tidak dapat bertumpu pada kemampuan guru semata. Tuhan Yesus pada
waktu memberitakan datangnya Roh Kudus menyatakan, “Tetapi apabila Ia datang,
yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran” (Yoh.
16:13a). Kebenaran tidak dapat dimiliki oleh guru dengan bergantung pada
keahliannya meneliti dan menafsirkan Alkitab. Jika guru saja tidak mempunyai
kemampuan yang sedemikian, apalagi muridnya.[36] Efektivitas tidak saja bergantung pada
kemampuan menyerap kebenaran, tetapi juga kondisi lingkungan yang kondusif bagi
berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Lingkungan kondusif yang dimasud bukan
semata-mata pada kondisi lahiriah dari tempat pembelajaran, akan tetapi
atmosfer yang aman bagi terjalinnya keterbukaan di antara individu yang
terlibat dalam pembelajaran. Kondisi yang demikian tidak lepas dari pekerjaan
Roh Kudus.
Dalam
proses belajar, sangat dibutuhkan tentang kuasa Roh Kudus yang berdaulat
menggunakan setiap metode mengubah seseorang.
E.G. Homringhausen & I.H. Enklaar mengatakan, “Kepercayaan tidak
diberi langsung dari sorga melainkan melalui orang-orang yang dipilih dan
ditentukan oleh Roh Kudus supaya menjadi pengantara bagiNya.[37] Jadi Roh Kudus bekerja
melalui hamba-hambaNya untuk menuntun seseorang menjadi percaya. Seperti yang dikatakan oleh Rick Joyner bahwa
dalam proses belajar, Roh Kudus bekerja menancapkan akar mereka lebih dalam ke
dalam Firman yang tertulis.[38]
Pelbagai
macam metode mengajar yang kreatif, wacana mengenai perkembangan proses belajar
mengajar, pengenalan akan kondisi dan kebutuhan murid,
perlengkapan-perlengkapan mengajar yang menarik, penataan kelas yang indah dan
pernik-pernik lainnya merupakan alat bantu yang berguna di tangan seorang guru
dalam menghasilkan rancangan pengajaran yang akan menarik perhatian murid.
Lawson mengatakan “When teachers sense their students are not
intrinsically motivated to learn the material at hand, they should take every appropriate measure to motivate the
student extrinsically.”[39]
Ketika seorang guru memulai proses
belajar mengajar dengan doa yang sungguh-sungguh dan ketergantungan sepenuhnya
kepada Roh Kudus maka Roh Kusus akan berkarya secara ajaib. Seperti yang dikatakan oleh Estep dan
kawan-kawannya, “The holy Spirit revels
in a vessel that is open to being used. Teacher that began the lesson
preparation in prayer, confessing sin and acknowledging their dependency on the
Holy Spirit for guidence, begin with the righ attitude. Teacher who serve under leadership of the
Holy Spirit experience more robust lessons and spiritual fruit from their
teaching.”[40]
Guru dalam proses belajar mengajar
harus mengakui bahwa Roh Kudus adalah pembimbing. Orang percaya diperintahkan untuk hidup dan
dipimpin oleh Roh (Gal. 5:16, 25). Di
satu pihak hal ini akan memungkinkan orang percaya untuk tidak menuruti
keinginan daging dan pihak lain. Roh
Kudus melaksanakn tindakan disiplin (Kis. 5:9), memberi pengarahan (Kis. 8:29),
menugaskan (Kis. 13: 2), mengambil keputusan (15:28) serta melarang (Kis. 16:6-7).[41]
BAB
V
PENUTUP
Landasan Alkitabiah dan thelogia
pendidikan orang dewasa dalam Perjanjian
Lama terletak pada Kuasa, Kemahatahuan,
Kekudusan dan Kedaulatan Allah sebagaimana diimani oleh bapa leluhur Abraham,
Ishak dan Yakub. Sebagai orang dewasa
mereka meneruskan hal itu dari genarasi-ke generasi sampai membentuk suatu
bangsa yang besar. Iman yang tulus kepada Kekuasaan, Kemahatahuan, Kekudusan dan
Kedaulatan Allah diteruskan oleh Musa, Kaum Imam, Para nabi, Kaum bijaksana,
Kaum penyair dan orang tua dalam keluarga.
Mereka terus mengajarkan bahwa bahwa seluruh kebenaran adalah kebenaran
Allah dan orang dewasa pada dasarnya dituntun untuk memusatkan penyembahan
kepada Allah yang benar.
Landasan Alkitabiah dan theologia
pendidikan dewasa dalam Perjanjian Baru difokuskan pada pribadi Yesus
Kristus. Yesus adalah pusat dan landasan
yang kokoh dalam pendidikan dewasa.
Rasul-rasul yang lain menjadikan Yesus sebagai pusat. Sasaran Pendidikan Orang Dewasa bagi
rasul-rasul ialah kedewasaan penuh,
anugerah dan iman kepada kepada Yesus Kristus.
Rasul-rasul mengajarkan tentang
Yesus kepada orang dewasa dengan berbagai pendekatan seperti dialogis,
individual, teologis, keteladanan, sosiologis, team teaching dan kuasa.
Efektifitas pengajaran orang dewasa
tidak hanya terletak pada kompetensi guru tetapi juga pada pimpinan Roh
Kudus. Roh Kudus dalam pendidikan orang
dewasa berperan sebagai penolong, pemberi kuasa dan penggerak pada kayakinan.
KEPUSTAKAAN
Antone Hope S., Pendidikan
Kristiani Kontekstual.
Jakarta: BPK, 2010.
Arends, Richard I.,
Learning To Teach. Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 2008.
Clark,
Robert E., Lin Johnson, Allyn K. Sloat, The Holy Spirit in Education” dalam Christian Education: Foundations for the
Future. Chicago: Moody, 1991.
Danim, Sudarwan, Pedagogi,
Andragogi, dan Heutagogi. Bandung: Alfabeta, 2010.
Ensiklopedi
Alkitab, Jilid I. Jakarta:
Komunikasi Bina Kasih, 2001.
Estep, James R, Michael J. Anthony & Gregg R.
Allison. A Theology for Christian Aducation. Tennessee: Publishing Grouf,
2008.
Homringhausen,
E.G. & I.H. Enklaar, Pendidikan
Agama Kristen. Jakarta: BPK, 2008.
http://alkitab.sabda.org/article.php?id=8427
http://bkputrawan.blogspot.com/2009/09/perjanjian-lama-dalam-pak.html
http://books.google.co.id/books?id=AqSPg43YAVwC&pg=PA111&lpg=PA111&dq=pengajaran+kaum+bijaksana&source=bl&ots=NCoiGsDpVp&sig=C8pkgyWdt-Az16dN4EXqXUY8GRk&hl=id&sa=X&ei=KT-LT7rnH4msrAeF8cGxCw&ved=0CBsQ6AEwAA#v=onepage&q=pengajaran%20kaum%20bijaksana&f=false
http://dc99.4shared.com/doc/Kx2BWTaw/preview.html
http://khotbahgereja.wordpress.com/2010/10/08/kejadian-30-1-24-keluarga-yakub/
http://lds.org/conference/talk/display/0,5232,23-11-45-29,00.html.
http://www.carmelia.net/index.php?option=com_content&view=article&id=904:pengajaran-sebagai-salah-satu-bentuk-karisma&catid=44:karismatik.
http://www.sabda.org/pepak/book/export/html/2456.
http://www.sarapanpagi.org/kepemimpinan-imam-vt959.html
Joyner, Rick.
50 Renungan untuk membangun Visi
Anda. Jakarta: Metanoia Publishing,
2007.
Lase Sudirman, Pendidikan
Agama Kristen Kepada Orang Dewasa.
Medan, Mitra Medan, 2011.
Lawson, Michael S. “Biblical Foundations for a
Philosophy of Teaching” dalam The Christian Educator’s Handbook on
Teaching. Grand Rapids: Baker, 1988.
Lolongan,
Trempel. Bagaimana Menganalisa Kitab Mazmur.
(Malang: SAAT, 2000).
Lunandi,
A.G., Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Gramedia, 1987.
Nuhamara,
Daniel. PAK Dewasa. Bandung: Jurnal
Info Media, 2008.
Pazmino. Robert W., God
Our Teacher. Michigan: Baker
Academic, 2002.
Pontuluran,
Aris. Identitas dan Ciri Khas Pendidikan Kristen di Indonesia. Jakarta: BPK, 2000.
Sarumpaet,
R.I. Rahasia Mendidik Anak. Bandung: Indonesia Publishing Haouse, 2003.
Setiawani.
Mary Go, Pembaharuan Mengajar. Bandung: Kalam Hidup, n.d.
Sijabat, B.S. Teologi
Pendidikan Kristen: Sebuah Pemikiran Awal. Makalah Teologi
Pendidikan Kristen, STBI, 2010.
Sijabat, B.S., Mengajar Secara Profesional. Bandung: Kalam
Hidup, 2009.
Tairas, Mareyke, Adult
Education, Semarang: STBI, n.d.
Thiessen, Hendry C., Teologi Sistimatika. Malang:
Gandum Mas, 1992.
Tidball.
Derek J., Teologi
Penggembalaan. Malang: Gandum Mas,
1995.
ttp://bkputrawan.blogspot.com/2009/09/perjanjian-lama-dalam-pak.html.
Wells. David
F., Hilangnya Kebajikan Kita. Surabaya: Momentum, 2005.
Winataputra, Udin S. Mengajar di Perguruan Tinggi,
Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta:
PAU-PPAI-UT, 2005.
[1]Sudirman Lase, Pendidikan
Agama Kristen Kepada Orang Dewasa ((Medan, Mitra Medan, 2011), 2-3.
[2]A.G. Lunandi, Pendidikan Orang
Dewasa (Jakarta: Gramedia, 1987), 1.
[3]Sudirman Danim, Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi, (Bandung: Alfabeta, 2010), 131.
[4]Mareyke Tairas, Adult
Education, lampiran Unit I
(Semarang: STBI, n.d.), 1.
[5]Sudirman Lase, Pendidikan
Agama Kristen Kepada Orang Dewasa, (Medan, Mitra Medan, 2011), 28-41.
[6]Mareyke Tairas, Adult
Education, Lampiran Unit I
(Semarang: STBI, n.d.), 1.
[7]A.G. Lunandi, Pendidikan Orang
Dewasa (Jakarta: Gramedia, 1987), 1.
[8]Ibid.
[10]Sudirman Lase, Pendidikan
Agama Kristen Kepada Orang Dewasa, (Medan, Mitra Medan, 2011), 19.
[12]http://khotbahgereja.wordpress.com/2010/10/08/kejadian-30-1-24-keluarga-yakub/
[13]http://www.sarapanpagi.org/kepemimpinan-imam-vt959.html
[14]http://bkputrawan.blogspot.com/2009/09/perjanjian-lama-dalam-pak.html
[15]Trempel Longman III, Bagaimana
Menganalisa Kitab Mazmur (Malang: SAAT, 2000), 5.
[16]http://alkitab.sabda.org/article.php?id=8427
[17]http://books.google.co.id/books?id=AqSPg43YAVwC&pg=PA111&lpg=PA111&dq=pengajaran+kaum+bijaksana&source=bl&ots=NCoiGsDpVp&sig=C8pkgyWdt-Az16dN4EXqXUY8GRk&hl=id&sa=X&ei=KT-LT7rnH4msrAeF8cGxCw&ved=0CBsQ6AEwAA#v=onepage&q=pengajaran%20kaum%20bijaksana&f=false
[18]http://dc99.4shared.com/doc/Kx2BWTaw/preview.html
[19]Hope S. Antone, Pendidikan Kristiani Kontekstual (Jakarta: BPK, 2010), 93.
[20]B.S. Sijabat, Mengajar
Secara Profesional (Bandung: Kalam
Hidup, 2009), 55.
[21]Robert W.
Pazmino, God Our Teacher (Michigan:
Baker Academic, 2002), 81.
[22]B.S. Sijabat, Mengajar Secara Profesional (Bandung: Kalam Hidup, 2009), 273-274.
[23]David F. Wells, Hilangnya
Kebajikan Kita (Surabaya: Momentum, 2005), 5.
[24]Mary Go Setiawani, Pembaharuan
Mengajar (Bandung: Kalam Hidup, n.d), 79.
[25]Derek J. Tidball, Teologi
Penggembalaan (Malang: Gandum Mas, 1995), 125.
[26]R.I.Sarumpaet, Rahasia
Mendidik Anak (Bandung: Indonesia Publishing Haouse, 2003), 56.
[27]B.S. Sijabat, Teologi
Pendidikan Kristen: Sebuah Pemikiran Awal (Makalah Teologi Pendidikan
Kristen, STBI, 2010), 18.
[28]B.S. Sijabat, Mengajar
Secara Profesional (Bandung:
Kalam Hidup, 2009), 271
[29]Udin S. Winataputra, Mengajar
di Perguruan Tinggi, Model-model Pembelajaran Inovatif (Jakarta: PAU-PPAI-UT, 2005), 6.
[30]B.S. Sijabat, Mengajar
Secara Profesional (Bandung:
Kalam Hidup, 2009), 55.
[31]Richard I. Arends,
Learning To Teach (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), 155.
[32]B.S. Sijabat, Mengajar
Secara Profesional (Bandung:
Kalam Hidup, 2009), 56-57.
[33]http://www.carmelia.net/index.php?option=com_content&view=article&id=904:pengajaran-sebagai-salah-satu-bentuk-karisma&catid=44:karismatik.
[34]http://lds.org/conference/talk/display/0,5232,23-11-45-29,00.html.
[35]Robert E. Clark, Lin Johnson, Allyn K.
Sloat, The Holy Spirit in Education” dalam Christian Education: Foundations for the Future (Chicago: Moody, 1991), 33.
[36]James R Estep, Michael J. Anthony & Gregg R. Allison. A
Theology for Christian Aducation (Tennessee: Publishing Grouf, 2008), 161.
[38]Rick Joyner, 50 Renungan untuk
membangun Visi Anda (Jakarta:
Metanoia Publishing, 2007),3.
Christian Educator’s Handbook on Teaching (Grand Rapids: Baker, 1988) 68.
[40] James R. Estep, Michael J. Anthony & Gregg R. Lllison, A Theology for Christian Education (Tennessee:
Publishing Grouf, 2008), 161.
[41] Hendry C. Thiessen, Teologi
Sistimatika (Malang: Gandum Mas, 1992), 388.
Komentar
Posting Komentar